TUMBUH kembang anak dari satu dan yang lain memang berbeda. Meski demikian, orangtua dapat menstimulasinya secara maksimal agar pertumbuhannya sempurna.
Selain asupan sehat dan bergizi, stimulasi memainkan peran penting bagi tumbuh kembang anak. Ketika kebutuhan tersebut dipenuhi orangtua, tumbuh kembang anak pun melesat.
Stimulasi tersebut bisa beragam bentuknya. Cara sederhananya, memberikan mereka stimulasi melalui buku.
Sayangnya, banyak keluarga di Indonesia yang tak memiliki buku untuk anaknya. Hal ini tentu sebuah kemirisan mengingat stimulasi dini perlu diterapkan para orangtua.
"Sebanyak 52 persen dari keluarga Indonesia tak punya buku. Padahal, bolak balik buku dan melihat gambar itu sudah merangsang otak,"katanya dalam acara bertema "Peran Dharma Wanita Persatuan dalam Mendukung Program KB dan ASI Eksklusif untuk Mencapai Keluarga Sehat, Sejahtera dan Berkualitas" di Gedung Prof Suyudi Aula Dr Siwabessy, Kemenkes RI, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (24/10/2013).
Prof Fasli menekankan bahwa stiulasi memiliki peran penting bagi tumbuh kembang anak sehingga perlu dimaksimalkan orangtua.
"Studi BKKBN tahun 2011 menyebutkan bahwa kurang dari separuh ibu-ibu kita yang tahu bagaimana cara mengasuh anak. Kemudian kita lihat setting rumahnya. Ternyata hal-hal yang bisa memberi stimulasi tambahan pada anak seperti buku, alat-alat, permainan yang itu sayangnya 52 persen tak memiliki buku, lebih banyak lagi yang tak punya alat permainan,"jelasnya.
Ketika fasilitas tersebut tak ada, sambung Prof Fasli, anak-anak itu tentu kurang terstimulasi dengan baik.
"Sudah pengetahuan ibunya kurang. Kalau alatnya ada mungkin anak bisa menstimulasi dia dan teman-temannya,"tambahnya.
Selain kurangnya stimulasi, studi yang dilakukan dengan Bank Dunia itu juga menemukan hal lain seputar tumbuh kembang anak Indonesia.
"Bahwa tumbuh kembang anak kita sangat rendah di beberapa hal. Dari keterampilan misalnya terutama bahasa, matematika, tapi cukup baik di hubungan sosial. Jadi anak-anak kita masih menonjol dalam stimulasi sosialnya. Mungkin karena di Indonesia kekerabatan masih ada, jadi kita itu cukup baik di sosial dan seni, tapi untuk bahasa dan kognitif, mereka masih perlu dimaksimalkan,"tutupnya. (ind)
This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers. Five Filters recommends: