Bandung, Membutuhkan waktu bahkan sampai 15 tahun untuk membuatnya, sudah selayaknya proses pengepakan dan distribusi vaksin tidak sembarangan dan harus melewati proses yang cukup rumit.
Dikatakan Drajat Alamsyah selaku Head of Domestic Sales Bio Farma, produsen vaksin dan sera di Indonesia, proses distribusi vaksin di Biofarma menggunakan cold chain system yakni proses penanganan vaksin mencakup proses penyimpanan, pengemasan, pengiriman, dan alat yang digunakan.
"Proses ini berguna untuk menjaga kualitas vaksin selama penanganan sampai tiba di tangan konsumen agar kerja vaksin untuk kekebalan tubuh tidak berkurang," tutur pria yang akrab disapa Alam ini dalam media workshop and gathering di kantor Biofarma, Jl Pasteur, Bandung, Jawa Barat, dan ditulis Minggu (15/6/2014).
Saat dikemas, vaksin akan dimasukkan ke dalam box setebal 9 cm dengan berat 9 kg. Di dalam box tersebut, vaksin dilapisi dengan cold pack yang terdiri dari tiga warna, yaitu merah, putih, dan biru. Cold pack biru memilki suhu 2-8 derajat (berisi air di lemari es 12 jam), cold pack putih berisi es, dan cold pack merah berisi air dengan suhu kamar 20-26 derajat.
"Selama pengiriman ada pemantau suhu yaitu freeze tag atau fridge tag. Konsumen juga bisa memastikan kualitas vaksin dengan melihat Vaccine Vial Monitor (VVM) yang ada di kemasan," imbuh Alam.
VVM merupakan label berwarna putih yang akan berubah menjadi abu-abu secara perlahan untuk menunjukkan sejauh mana vaksin terpapar panas. Alam mengatakan kelebihan VVM yakni jika vaksin berada di suhu lebih tinggi dari batas, lalu ingin disimpan kembali di suhu yang seharusnya VVM tidak akan kembali seperti semula.
"Jika vaksin terpapar suhu yang terlalu tinggi VVM-nya akan berubah makin gelap, dianjurkan untuk tidak digunakan meskipun waktu kadaluarsanya masih lama," ucap Alam.Next
(
rdn/up)