Joensuu, Finlandia, Malas rasanya bila berteman atau kenal dengan seseorang yang mudah sinis pada berbagai hal. Mungkin inilah saatnya mengingatkan mereka, karena menurut studi terbaru mereka rentan mengidap demensia atau biasa dikenal dengan penyakit pikun.
Peneliti yang berasal dari University of Eastern Finlandia dapat menyimpulkan hal ini setelah mengamati rasa kurang percaya dan sinis yang dimiliki 622 partisipan kemudian membandingkannya dengan risiko demensia mereka.
Pada saat studi dilakukan di tahun 1998, seluruh partisipan berusia rata-rata 71 tahun. Masing-masing dari mereka diminta untuk berkomentar, apakah mereka setuju dengan pernyataan seperti 'Saya pikir orang rela berbohong agar bisa mendapat apa yang diinginkannya' atau 'Tampaknya lebih aman untuk tidak mempercayai siapapun'.
10 tahun kemudian, peneliti menemukan 46 orang dari mereka mengidap demensia. Begitu pula halnya dengan 14 dari 164 partisipan yang cenderung menunjukkan rasa kurang percaya dan sinis pada orang lain dengan kadar tinggi.
Sedangkan pada 212 partisipan yang kadar sinisnya paling rendah, hanya 9 orang yang dinyatakan mengidap demensia satu dekade kemudian. Dari sini peneliti berani menyimpulkan orang-orang yang gampang sinis kepada orang lain berpeluang dua kali lebih besar untuk terkena penyakit pikun.
"Ini semakin membuktikan bahwa karakteristik dan pandangan hidup seseorang berdampak terhadap kesehatannya. Misalnya beda kepribadian, beda pula cara orang memandang perlunya melakukan aktivitas yang bermanfaat bagi dirinya, seperti pola makan sehat, aktivitas sosial maupun olahraga," jelas Dr Anna-Maija Tolppanen seperti dikutip dari BBC, Senin (2/6/2014).
Bahkan Dr Tolppanen menduga bila peradangan yang terjadi pada tubuh dapat dikaitkan dengan tingkat sinisme yang kuat dari orang yang bersangkutan, yang pada akhirnya membuat kondisi kesehatan orang ini juga cenderung memburuk.
Hanya saja Dr Simon Ridley dari Alzheimer's Research UK mengatakan jumlah penderita demensia dalam studi ini terlalu sedikit. Ia butuh studi yang lebih besar untuk memastikan apakah tingkat sinisme yang dimiliki seseorang benar-benar ada kaitannya dengan risiko demensianya.
"Mungkin tingkat sinisme yang tinggi ini muncul di awal si partisipan mulai memperlihatkan gejala demensia. Kalau memang partisipan juga sempat depresi bisa jadi ini benar. Karena orang depresi kadang cenderung sinis, padahal depresi juga faktor risiko sekaligus gejala dari demensia itu sendiri. Meskipun faktor risiko terbesar dari demensia adalah usia," tutupnya.
(
lil/up)