SELAIN rutin meminum obat yang bisa meningkatkan kualitas hidup penderita bipolar (GB) tetap terjaga baik, keluarga beserta lingkungannya harus mendukung penuh tata laksana melakukan terapi. Pasalnya, saat keluarga mengetahui dan saling mendukung dalam penanganan penderit GB, kualitas hidupnya akan jadi lebih baik.
Mengingat pentingnya hal tersebut, keluarga dan lingkungannya harus mengetahui tata laksana yang baik untuk penderita bipolar.
Hal itu seperti disarankan Dr. dr. Nurmiati Amir, SpKJ (K) selaku Wakil Ketua Sie Bipolar dan Gangguan Mood lainnya Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia. Dia menjelaskan bahwa para anggota keluarga dan sanak saudara penderita bipolar harus bisa mendukung upaya penanganan bipolar, seperti memantau konsumsi obat harian, mengetahui tanda-tanda bipolarnya kambuh, bagaimana penanganannya, menemani ia saat terapi dan tidak membiarkan penderita bipolar sendirian bila kambuh.
Dituturkannya lebih lanjut, semua hal itu bila bijak disikapi bisa membuat kualitas hidup penderita GB membaik dan bisa menjalani hidup seperti layaknya orang normal. Selain itu, baik keluarga dan lingkungan terdekat sebaiknya tak usah terlalu memikirkan semua ocehan miring orang-orang di sekitar karena itu hanya menghambat kualitas hidup si penderita gangguan bipolar.
"Stigma masyarakat yang sudah mendalam memang menjadi tantangan tersendiri bagi keluarga penderita sampai saat ini. Misalnya, mengucilkan bila ada salah satu keluarga mereka menderita gangguan bipolar. Apalagi rumah sakit jiwa yang merupakan pintu pengobatan juga jadi bahan olok-olok masyarakat. Sehingga para anggota keluarga pada takut membawanya berobat. Namun kita bisa merubah stigma itu, karena gangguan bipolar itu kalau diterapi bisa baik kualitas hidupnya, itu patokannya. Jadi tidak perlu lagi 'disimpan' oleh keluarga atau kalau kambuh ditahan di dalam kamar atau dipasung."katanya dalam acara yang bertema Memperingati Hari Kesehatan Jiwa Dunia 2013 Mental Health in Older Adults : Kendalikan Gangguan Bipolar Sejak Dini agar Kualitas Hidup Tetap Terjaga di Masa Tua, di Hotel Gran Melia, Jakarta Pusat, Selasa, 2 Oktober 2013.
Dr. Nurmiati menambahkan tata laksana yang dilakukan keluarga tak boleh terlambat, karena bila terlambat outcome-nya semakin memburuk penderita GB.
Hal senada juga disampaikan oleh dr. AAA Agung Kusumawardhani, SpKJ (K) selaku ahli ganguan jiwa dan psikiatri. Dia menjelaskan bahwa tata laksana seperti terapi sangat penting untuk penderita bipolar, karena hal itu berbanding lurus dengan kualitas hidup yang didapat. Pada gangguan bipolar masih usia muda, jika gejala gangguan itu terkendali, maka kualitas hidup pada masa tua akan lebih baik. Sebaliknya, jika tak terkendali atau didiagnosa gangguan bipolar pada usia tua, maka kualitas hidup masa tua akan memburuk.
Lebih dalam, dr. agung-sapaan akrabnya- menuturkan, apabila gejala terkendali sejak dini, penyandang GB kemungkian besar bisa melalui fase-fase kehidupan dengan baik dan pada masa tua memiliki support system yang mendukung, misalnya pasangan hidup dan anak serta bisa berinteraksi dengan lingkungan. Sedangkan bila tak terkendali sejak dini atau terlalu sering kambuh, maka pada usia lanjut penyang GB akan memiliki kulitas hidup yang kurang baik, dimana seringkali menunjukan prilaku yang berisiko tinggi, mendadak pemarah dan sebagainya. Plus, ketidaaan support system akan kain memperburuk kondisinya.
"Terapi bagi penderita gangguan bipolar sangat penting, karena saat terapi tidak dilakukan sejak dini secara optimal akan bisa berlanjut dan memperburuk fungsi kognitifnya. Sebaliknya, bila diterapi dengan baik maka si penyandang gangguan bipolar bisa bekerja dan berprestasi, hidup bahagia dan produktif. Kepatuhan terhadap pengobatan dan dukungan terutama keluaga sejak awal sangat menentukan kualitas hidup penderita GB pada usia lanjut. Karena itu keluarga dan caregivers dihimbau memahami gejala dan tata laksana gangguan bipolar dan memberi support pada mereka,"sambungnya.
Tata laksana dari gangguan bipolar, kata dr. Agung, sebaiknya memerhatikan beberapa hal yakni kemungkinan komorbiditas dan polifarmasi, keamanan dosis, interaksi obat serta kesimbangan elektrolit usia lanjut terkait penurunan berbagai fungsi tubuh karena usia. Di samping kepatuhan terhadap pengobatan, penderita GB sebaiknya melakukan monitoring dengan cara berkonsultasi kepada dokter secara teratur. Namun demikian, juga penting untuk dilakukan terapi non farmakologik, seperti psikoterapi dalam bentuk behavior therapy pada penyandang GB, serta psikoedukasi yang dilakukan kapada keluarga penyandang. (ind)
This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers. Five Filters recommends: