Pages

Selasa, 01 April 2014

Berita Dunia Kesehatan Terbaru, Tips Posisi Seks, Cara Diet Sehat
Berita Kesehatan Liputan6.com menyajikan kabar terbaru dunia kesehatan, tips hidup sehat, cara diet alami hingga posisi gaya seks terpopuler 
Shop Tervis tumblers.

Create a one of a kind personalized gift. It's fun and easy to design!
From our sponsors
Ketika Hidup Harus Memilih Antara Ibu atau Bayi
Mar 31st 2014, 23:00, by Fitri Syarifah

Liputan6.com, New York Sebuah pilihan berat ketika harus memilih antara hidup anaknya atau dirinya. Itulah mungkin gambaran pengorbanan yang dialami Elizabeth Joice. Ia menyerahkan hidupnya agar bayi perempuannya bisa hidup sehat kelak.

Kisah ini berawal dari seorang pria, Max yang mencintai kekasihnya, Elizabet Joice yang menderita tumor. Keduanya cemas akan hasil pemeriksaan dokter.

"Hari ketika dokter memanggil kami untuk memberitahukan hasil laboratorium, hari itu juga saya tahu ia menderita tumor ganas. tapi Eliz berkata, jika kondisinya buruk, ia tidak akan melawan. Mari kita bersama hingga akhir," kata Max.

Saat itu, Max langsung menuju dapur dan kembali dengan dengan cincin yang terbuat dari timah. "Saya tidak memiliki pilihan untuk tidak melamarnya saat itu. Dan kami menikah sebulan kemudian."

Elizabeth (36) menurut Max merupakan pribadi yang sangat mandiri dan optimis. Ia melakukan empat kali kemoterapi, operasi dan bahkan kemo ulang untuk memastikan tumornya telah hilang. Dia pun dinyatakan bebas kanker selama tiga tahun dan ingin sekali memiliki bayi, meskipun dokter bilang itu tidak mungkin.

Tidak terpengaruh ucapan dokter, pasangan itu pindah dari Upper East Side ke Roosevelt Island pada Juni 2013. Dalam beberapa hari, ternyata Liz menemukan dirinya hamil. "Liz dinyatakan hamil dan ini adalah keajaiban," kata Max.

Tapi rasa sukacita itu dengan cepat berubah menjadi patah hati bagi Elizabeth dan suaminya Max. Dokter mengatakan Liz kembali menderita kanker sehingga ia harus mengakhiri kehamilannya dan memulai pengobatan atau hidupnya dalam bahaya. 

"Memiliki seorang anak adalah salah satu hal yang paling penting di dunia untuk dia. Dia berkata, jika kita mengakhiri kehamilan dan ternyata saya tidak bisa memiliki bayi kemudian hari, saya akan hancur. Dia tahu ini mungkin satu-satunya kesempatan baginya," kata suami Elizabeth, Max pada Nypost, Selasa (1/4/2014).

Max mengatakan, saat hamil, dokter tidak bisa melakukan scan MRI pada seluruh tubuh Eliz dan ahli kankernya pun tidak bisa melihat perkembangan kankernya.

Bulan berganti, dokter tidak bisa lagi menunggu. Pada bulan Januari lalu, seorang ahli bedah melakukan C-section dan mengeluarkan bayi yang cantik bernama Lily.

Kesehatan Elizabeth pun turun drastis karena penyebaran kankernya. Tumor dengan cepat menginvasi paru-paru kanannya, hati dan perut. "Kami duduk di sana dan menangis. Kami mencoba untuk bercerita, berbicara tentang semua hal-hal besar."

"Liz pulang lima hari setelah Lily lahir. Tapi itu adalah malam terakhir Liz di rumah," ujar Max.

Elizabeth akhirnya meninggal pada tanggal 9 Maret di rumah sakit dengan Max di sisinya. "Liz memiliki caranya sendiri. Dia punya energi positif yang membuat Anda ingin menjadi versi terbaik dari diri Anda. Saya akan membesarkan Lily yang cantik dan luar biasa. Lily memberikan saya kekuatan untuk melewati ini."

Tersentuh dengan cerita ini, sutradara Christopher Henze rencananya akan membuat film 40 Weeks yang dilatarbelakangi kisah Elizabeth dan Max. Film ini akan bergenre dokumenter yang menceritakan perjalanan pasangan ini hingga memiliki anak.

(Melly Febrida)

This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions