Artis senior Slamet Raharjo (kanan) bersama Widyawati (kiri) memperagakan busana desainer Adji Notonegoro yang bertajuk "It's Me" dalam pagelaran "Bazaar Bridal Week 2012" di Pacific Place, Jakarta, Sabtu, (7/4). ANTARA/Agus Apriyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Sejak pengakuan UNESCO terhadap batik pada 2009 lalu, hingga diikuti penetapan 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, antusiasme masyarakat Indonesia untuk mengenakan batik melonjak.
Widyawati, istri mendiang Sophan Sophiaan, mengatakan saat ini batik telah mengalami banyak perubahan. "Kini batik menjadi tren," katanya kepada Tempo, Rabu, 2 Oktober 2013. Menurut dia, jika 10 tahun lalu mungkin hanya orang tua yang mengenakan batik, itu pun hanya berupa kain panjang atau kemeja resmi, sekarang remaja dan kalangan muda usia produktif pun makin banyak yang mengenakan batik.
"Batik tak lagi dipakai hanya dalam acara resmi yang membosankan, tetapi juga dalam gaya-gaya kasual," Widyawati menegaskan.
Kini batik berevolusi dalam segala bentuk busana seiring dengan imajinasi dan kreativitas perancang busana Indonesia. Batik juga tampil dalam berbagai desain santai yang jauh lebih sederhana dengan harga jauh lebih murah.
Namun, euforia itu tampaknya tak cukup bagi seorang Widya. Oleh karena itu, ia menegaskan perlunya membangun kesadaran kepada masyarakat Indonesia agar batik tidak hanya menjadi tren sesaat. "Agar identitas dan kecintaan batik di kehidupan modern ini tidak memudar," katanya.
Menurut Widya, masyarakat Indonesia memiliki tanggung jawab besar untuk melestarikan batik sebagai warisan budaya bangsa.
"Bukan hanya batik, karya- karya bangsa lain juga harus dijaga kelestariannya," Widya menegaskan.
RINA ATMASARI
Topik Terhangat
Edsus Lekra|Senjata Penembak Polisi|Mobil Murah|Info Haji|Kontroversi Ruhut Sitompul
Berita Terpopuler
Ikat Pinggang Ketat Bisa Memicu Kanker Tenggorokan
Widyawati: Mengenakan Batik Bersahaja
Mengasah Kemampuan Berbahasa di Komunitas Polyglot
4 Tanda Jika Tubuh Kekurangan Magnesium