ASOSIASI RS Swasta Indonesia (ARSI) Kota Depok menilai 100 hari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) saat ini masih dalam masa transisi. Mindset para dokter RS swasta selama ini sudah terbiasa dengan terapi beragam teknologi canggih.
Tarif INA-CBGs dinilai terlalu idealis. Budaya, disiplin, dampak, tak bisa efisien dan tak bisa dikendalikan. Jangan sampai dokter diatur pasar, sementara RS dituntut efisien.
"Apalagi untuk fasilitas perawatan NICU, ICU, dan bedah apa pun, memang tarif BPJS enggak cukup, enggak menutupi operasional, standar minimal pun tetap enggak nutup, RS pemerintah pun pasti diminta
cost sharing," tegas Ketua Ketua ARSI Kota Depok periode 2014-2017, drg Sjahrul Amri, MHA, baru-baru ini.
Ketidaktegasan sistem ini, lanjut Amri, menimbulkan banyak keluhan dari para dokter spesialis. Pemerintah harus segera membuat pedoman
clinical pathway.
"Bahkan, saya mendapat informasi sejumlah dokter yang sudah melayani BPJS belum dibayar, katanya dibayar separuh. Apakah kendala di RS. Ada yang dokter belum terima
fee-nya," ungkapnya.
Dia juga menjelaskan bahwa ada 155 jenis penyakit yang menjadi kewenangan PPK atau klinik dan puskesmas untuk melayani pasien sebelum dirujuk ke RS. Saat ini, ada revisi tarif 11
item terhadap jenis penyakit, salah satunya ortopedi.
"Ada 11 penyakit yang direvisi tarifnya. Tetapi belum juga sampai sekarang, banyak dokter spesialis enggak mau ikut BPJS ini apalagi RS swasta, kita masa
maksain dokter tamu atau dokter tetap. Kalau dokter tetap kita bisa meminta, tetapi
kan banyak dokter yang juga praktik di banyak RS, ini jadi dilema juga," tandasnya.
(tty) This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.