Jakarta, Air ketuban memegang peranan penting selama masa kehamilan, misalnya saja membantu melindungi janin dari benturan. Tak jarang, banyaknya air ketuban dianggap sebagai baik atau tidaknya kondisi kehamilan. Benarkah demikian?
"Air ketuban terlalu banyak bukan pertanda yang baik, bisa jadi didapatkan kelainan pada janin. Kebanyakan air ketuban juga mengakibatkan regangan berlebihan pada rahim yang sering menyebabkan kehamilan prematur," tutur dr Hari saat berbincang dengan detikHealth dan ditulis pada Selasa (22/4/2014).
Sebaliknya, jika air ketuban jumlahnya kurang, bisa terjadi gangguan pertumbuhan janin karena janin tidak bisa tumbuh akibat ruang yang sangat terbatas. Kematian janin juga bisa terjadi karena tali pusat terjepit.
Nah, untuk mengukur banyak sedikitnya air ketuban, bisa dilakukan dengan menggunakan USG. Sebab, pemeriksaan dengan tangan hanya bisa memeriksa apakah tinggi dan besar rahim sesuai dengan usia kehamilannya.
Dokter juga tidak bisa mengukur kualitas air ketuban. Karena itu, yang dapat dilakukan hanyalah mengukur secara kuantitatif apakah ketuban terlalu sedikit, dalam batas normal atau terlalu banyak.
"Air ketuban seperti tempat penampungan air, ada sirkulasinya. Salah satu produsen air ketuban itu urine dalam janin dan salah satu pengeliminasi adalah ditelannya air ketuban oleh janin. Kurangnya jumlah air ketuban bisa jadi karena pecahnya selaput ketuban," terang dr Hari.
Selaput ketuban yang pecah terjadi saat ibu merasakan ada rembesan dari bagian bawah tapi bukan urine. Selain itu, kurangnya air ketuban juga disebabkan usia kehamilan lewat waktu atau kelainan organ kencing janin sehingga produksi air ketuban menurun. Sedangkan, lebihnya air ketuban diakibatkan karena adanya kelainan eliminasi cairan ketuban, misalnya kelainan pada usus.
(rdn/mer)