Pages

Selasa, 01 April 2014

health.detik
Detik.com sindikasi 
Mobile App Design from scratch.

A step by step guide to learn how to design a great mobile app.
From our sponsors
Bangun Terlalu Pagi Berisiko Stroke dan Serangan Jantung, Benarkah?
Apr 1st 2014, 01:00

Jakarta, Pada pukul berapa Anda biasa bangun di pagi hari? Tidak sedikit orang Indonesia yang bangun pukul 5.00 pagi untuk melakukan rutinitas harian mereka. Namun ternyata, penelitian baru-baru ini mengungkapkan bangun terlalu pagi dapat memberikan risiko serangan jantung. Benarkah?

Penelitian dari Boston's Brigham and Women's Hospital and Oregon Health and Science University (BWH), Amerika, baru saja menemukan bahwa ternyata bangun terlalu pagi dapat berisiko serangan jantung dan stroke. Adapun waktu pagi yang disebut bisa memberikan risiko terhadap kedua penyakit tersebut adalah pada pukul 6.30 pagi. Pada pukul tersebut, para ilmuwan mengungkapkan bahwa protein yang ada di dalam tubuh dapat menjadi faktor risiko yang menyebabkan serangan jantung dan stroke.

Dalam penelitiannya, para ilmuwan mengevaluasi beberapa protein yang diindikasikan menjadi penyebab yang berisiko memberikan serangan jantung dan stroke. Dan hasilnya, mereka menemukan protein plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) yang berkembang pada pukul 6.30 pagi ternyata menjadi suatu protein yang menjadi penyebab terjadinya risiko serangan jantung dan stroke yang akan menyerang manusia.

Penemuan ini cukup mengejutkan, karena selama ini diketahui bangun pagi adalah sesuatu yang dinilai baik untuk tubuh. Lantas, bagaimana pandangan dokter Indonesia dalam menanggapi penemuan ini? dr Kasim Rasjidi, SpPD-KKV, DTM&H, MCTM, MHA, SpJP, LMPNLP, ELT, CCH, seorang dokter spesialis penyakit dalam di RS Asri Jakarta mengungkapkan pandangannya.

"Nah, ini adalah contoh pemahaman parsial tentang hasil sebuah riset. Memang penelitian itu bertujuan menjawab kenapa serangan jantung dan stroke cenderung terjadi di waktu tersebut (pagi hari)," tutur dr Kasim kepada detikHealth dan ditulis pada Selasa (1/3/2014).

Risiko kejadian dalam penelitian ini disebutkan akan lebih tinggi pada orang yang mempunyai ketidaknyamanan diabetes, jantung koroner dan obesitas. Menurut dr Kasim, keterangan tersebut memang cukup logis karena pada beberapa kondisi, kekentalan darah lebih mudah terjadi. Pada kondisi diabetes, di mana kadar glukosa tinggi, wajar kalau darah menjadi lebih kental. Karena fungsi protein PAI-1 tersebut adalah menghambat pembekuan darah yang maksud sebenarnya adalah memelihara kondisi darah untuk cair.

Sedangkan pada kondisi penyempitan pembuluh jantung, dr Kasim menuturkan bahwa protein ini akan memperkecil ruang terowongan aliran, sementara aliran juga jadi lebih lambat karena permukaan dari penyempitan itu kasar, tidak mulus jadi menghambat aliran. Dan pada obesitas, di mana kondisinya lebih padat, aliran darah juga akan lebih lambat dibandingkan di aliran yang bebas dari hambatan.Next

Halaman 1 2
(vit/vit)

Ingin Mendapatkan Rp 500,000 dari detikHealth ? Ceritakan Pengalaman Dietmu di Sini

This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.

Media files:
080333_78744949.jpg (image/jpg, 0 MB)
You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions