NEGATIF lagi, negatif lagi, kok susah mau hamil lagi ya?," keluh Mom Misca yang tampak lesu sesaat setelah membaca hasil test pack kehamilan. Berbagai cara sudah dilakukan untuk bisa hamil anak kedua. Mulai dari kontrol ke dokter sampai terapi hormon. Tapi tak kunjung ada hasilnya. Kenapa ya?
Mungkin Moms juga mengalami hal serupa dengan Mom Misca. Setelah kelahiran anak pertama, 'sulit' hamil lagi. Padahal baik Moms maupun Dads masih dalam usia subur, sehat, sudah lepas alat kontrasepsi dan rutin melakukan hubungan suami istri. Tapi belum hamil-hamil juga. Perlu diwaspadai, bisa jadi Anda atau pasangan mengalami infertilitas sekunder. Apa tuh? Selengkapnya, Anda bisa menyimaknya pada bahasan di bawah ini, seperti dikutip dari Tabloid Mom & Kiddie.
Infertilitas Sekunder
Infertilitas sekunder adalah tidak terjadinya kehamilan yang melahirkan bayi hidup setelah berhubungan suami istri selama 12 bulan tanpa kontrasepsi, yang mana terjadi setelah pasangan tersebut telah mempunyai 1 atau 2 anak biologis sebelumnya, sebagai hasil kehamilan alami (tanpa teknologi reproduksi berbantu).
Tak hanya Moms yang sudah pernah memiliki anak – entah baru satu atau lebih – dapat berisiko mengalami infertilitas sekunder. Bahkan, pada pasangan yang sehat dan tidak mengalami gangguan pada organ reproduksi pun, berisiko terkena infertilitas sekunder.
Faktor Penyebab
Meskipun sebelumnya Moms bisa hamil dan melahirkan tapi, bisa saja Moms sulit hamil lagi karena kelainan-kelainan pada organ reproduksi yang dapat terjadi kapan saja. Selain itu, sulit hamil lagi dikarenakan penurunan kesuburan akibat bertambahnya usia atau penurunan kualitas sperma suami.
Penyebab infertilitas sekunder ini sebenarnya hampir sama dengan infertilitas primer atau infertilitas yang terjadi pada pasangan yang sulit punya anak pertama. Beberapa penyebab infertilitas sekunder yaitu diantaranya :
Kelainan pada istri :
- Vagina dan leher rahim : keputihan atau infeksi pada vagina dan leher rahim.
- Rahim : mioma uteri atau tumor jinak rahim, polip pada endometrium (selaput lendir rahim), hiperplasia endometrium (penebalan dinding rahim yang tidak normal), sinekhia uteri (perlengketan rongga rahim).
-Saluran telur (Tuba Fallopii) : tersumbatnya saluran telur karena infeksi atau perlekatan organ reproduksi karena endometriosis.
- Indung telur (ovarium) : penurunan kesuburan (jumlah sel telur sudah berkurang kualitas maupun kuantitasnya akibat bertambahnya usia), adanya kista indung telur.
Kelainan pada suami :
Kuantitas dan kualitas sperma yang berkurang akibat kelainan organik (kelainan pada buah zakar atau saluran sperma) atau kelainan hormonal
Karena Kadar Hormon
Selain itu perlu diperhatikan apakah Moms pernah menggunakan alat kontrasepsi sebelumnya, meskipun sudah lama dilepas tapi masih belum hamil juga? Beberapa jenis kontrasepsi hormonal memerlukan waktu lama setelah dihentikan sampai wanita tersebut kembali subur terutama bila digunakan dalam jangka waktu panjang. Karena habisnya kadar hormon tersebut dari tubuh berbeda-beda pada setiap individu. Misalnya, hormonal dalam bentuk depo yang disuntikkan atau ditanam di bawah kulit.
Pada akseptor, Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) juga dapat terjadi, walaupun jarang, efek samping/komplikasi berupa peradangan atau infeksi organ kandungan yang dapat menghambat terjadinya kehamilan walau AKDR sudah dilepas.
Oleh sebab itu segera konsultasikan dengan dokter ahli kandungan agar kelainan yang ada dapat terdeteksi dan diatasi, sehingga dapat terjadi kehamilan. Tentunya setiap kelainan yang ditemukan memerlukan pengobatan yang berbeda. (ind)
This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.
