Pages

Minggu, 04 Mei 2014

Tempo.co News Site
daily news from tempo.co 
Compare Hotels

Find great prices for amazing hotels wherever your next destination may be. It's simple to search 100+ sites at once!
From our sponsors
Selfie Bukan Gejala Kejiwaan, Jangan Kebablasan
May 4th 2014, 07:22

Berita Terkait

TEMPO.CO, Jakarta - Tak ada yang bisa menangkal keinginan untuk berfoto sendiri atau selfie. Dalam bermacam peristiwa dan kejadian, begitu banyak orang melakukan selfie di berbagai kesempatan. Bahkan dalam ingar-bingar kemacetan lalu lintas Jakarta yang luar biasa, tak sedikit orang melakukan selfie untuk mengabadikan momen lalu lintas yang kacau.

Di rumah, sekolah, kantor, bahkan area publik, mengabadikan selfie seolah menjadi sebuah kewajiban yang harus dilakukan banyak orang. Pelakunya mulai anak-anak, remaja, dewasa, orang tua, bahkan usia geriatri atau lanjut usia, tetap berani dan percaya diri bergaya melakukan selfie.

Belakangan ada anggapan selfie berpotensi mengarah pada gejala sakit jiwa. Sebab, setiap ada kesempatan dan peluang selalu dilakukan dengan sigap dan cepat untuk unjuk diri tampil senarsis-narsisnya berfoto selfie. Bahkan yang terbaru di Weibo, Facebook versi Cina, tengah marak pose selfie untuk mengetahui apakah wajah kamu termasuk cantik atau tidak.

Menurut psikolog Rima Olivia, tak bisa dipungkiri selfie memang sedang tren atau naik daun. Kepada Tempo, Sabtu, 3 Mei 2014, Rima menuturkan, "Semua orang melakukan selfie, tak pandang jenis kelamin, usia, dan status. Mulai Obama, Ibu Ani SBY, dan siapa pun semua melakukan selfie," kata Rima.

Psikolog berjilbab itu menuturkan, "Sebenarnya selfie bukan gejala sakit jiwa dan bisa melanda siapa saja. Yang membahayakan dan bikin enek ketika di area publik semua orang melakukan selfie kelewat batas. Macet, ngantre, lakukan selfie yang membuat stuck dan merasa jadi paling bahagia dengan melakukan jepret sana jepret sini," kata Rima.

Pemilik Ahmada Consulting ini mengatakan sekarang banyak orang yang latah dan ikut-ikutan melakukan selfie dengan menggunakan kecanggihan kamera pada gadget-nya atau melakukan trik foto jadi lebih bagus. (Baca: Foto di Menara Eiffel Paling Banyak di Instagram)

"Yang gemuk bisa terlihat kurus, yang kurang cantik jadi berasa cantik, yang kurus mau dibikin kurus lagi, lalu wajah mau dibikin cantik lagi, dibikin putih. Nah, yang begini harus diwaspadai karena semua tubuh dalam selfie seolah ingin diubah. Body image-nya lama-kelamaan tak lagi natural sehingga berasa bukan lagi kondisi diri yang sesungguhnya, seolah lari dari kenyataan," ujar Rima.

Rima menilai kondisi ini jadi berjarak dengan yang sesungguhnya, tak lagi menerima kenyataan body image yang asli. "Kalau selfie setiap saat dan maunya tampil perfect atau sempurna, saya rasa tubuh kita nantinya akan berasa tak nyaman. Ini yang perlu diwaspadai. Jangan sampai kebablasan, tak lagi bisa mengenal diri dalam arti yang riil, bukan selfie semata," katanya.

Belum lagi banyak orang yang sudah melakukan selfie mengamati dan melihat foto-fotonya lalu membandingkan ini-itu pada saat selfie berikutnya. "Nah, coba apa yang begini enggak capek. Terus selfie, melakukan kamuflase dan artifisial, lalu lihat hasilnya, membandingkan ini-itu. Coba apa yang begini tak bikin enek dan mau muntah," katanya.

HADRIANI P

Berita Terpopuler
Ternyata Ada Kanker yang Dapat Disembuhkan 
Gerakan Move On untuk Pendidikan Anak Indonesia 
Memberi Kesempatan Anak Autis Berkarya dan Bekerja 
Berbagai Manfaat Keju Bagi Tubuh  

This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions