Jakarta, Seseorang tega melakukan kejahatan seksual pada anak di bawah umur karena berbagai sebab. Bisa saja karena pelaku memiliki gairah seks berlebih, atau karena pelaku mengalami kelainan jiwa terkait seks. Apa bedanya dan bagaimanakah hukuman yang tepat?
"Kejahatan seksual pada anak, pertama bisa disebabkan karena pelaku mengalami kelebihan hormon androgen sehingga gairah seks berlebih. Kedua, bisa juga karena gangguan insting dalam berhubungan seks sehingga bisa melakukan sodomi dan lain sebagainya," tutur Prof Dr dr Syamsul Hadi, SpKJ (K), Psikiatri di RSUD Dr Moewardi Surakarta.
Menurut Guru Besar Psikiatri di UNS Surakarta itu, mereka yang melakukan kejahatan seksual karena kelebihan hormon androgen dapat ditangani dengan hukuman kebiri kimia atau chemical castraction. Pengebirian secara kimiawi itu diyakini dapat menekan hormon seks sehingga pelaku tak terlalu ingin berhubungan seks.
Obat-obatan untuk kebiri kimia biasanya diberikan dengan cara disuntikkan. Jenis obat yang disuntikkan adalah Luteinizing hormone-releasing hormone (LH-RH) agonists, yang berfungsi menghambat pembentukan hormon testosteron. Ketika kadar hormon testosteron berkurang, salah satu efeknya adalah libido atau gairah seks yang menurun.
Berbeda dengan penyebab pertama, penyebab kedua yakni gangguan kejiwaan terkait seks biasanya menyebabkan kasus yang lebih berat. Prof Syamsul menuturkan bahwa pelakunya kerap melakukan kejahatan hanya berdasar pada insting saja sehingga mereka mungkin melakukannya secara terus-menerus. Mereka juga tak memikirkan apa yang bisa terjadi pada korban atau diri sendiri.
"Ini karena insting, makanya dia nggak mikir lagi waktu mau melakukannya. Karena insting, itu tidak pakai diniati, tetapi dorongannya terus timbul. Jadi dia bisa terus melakukannya," terangnya ketika berbincang dengan detikHealth dan ditulis pada Senin (19/5/2014).
Itulah mengapa Prof Syamsul beranggapan bahwa hukuman bagi para predator seks harus dibedakan berdasar penyebab dan tingkat kejahatan yang dilakukan. Mereka yang melakukan kejahatan seksual pada sedikit korban tanpa disertai penganiayaan atau pembunuhan misalnya, Prof Syamsul beranggapan bahwa hukuman yang tepat ialah kebiri kimia.
Untuk kasus sedang, hukuman yang menurutnya tepat ialah kebiri konvensional alias operasi pengangkatan testis. Sedangkan untuk kasus berat yang disertai dengan penganiayaan, pembunuhan, atau perampokan pada banyak korban, pakar kejiwaan tersebut beranggapan bahwa hukuman yang tepat ialah hukuman mati. Hukuman tersebut telah diterapkan di beberapa negara seperti Rusia dan Kroasia.
(mer/mer)