Yogyakarta, Setelah bayi mendapatkan asupan ASI minimal selama enam bulan, dokter memperbolehkan ibu untuk memberikan susu formula sebagai tambahan nutrisi, di samping makanan pendamping ASI.
"Sebetulnya ASI itu nggak perlu diganti susu formula kalau jumlahnya nggak kurang atau sudah mencukupi. Teruskan saja ASI-nya. (Hanya saja) setelah enam bulan baru boleh dikasih makanan pendamping ASI," saran Prof Dr Muhammad Juffrie, PhD, SpA(K) yang ditemui detikHealth seusai kunjungan fasilitas riset dan produksi PT Sari Husada dan ditulis Rabu (28/5/2014).
Susu formula juga 'terpaksa' dapat diberikan bila si ibu sakit sehingga produksi ASI-nya tidak lancar atau bayinya yang sakit.
Akan tetapi ada kondisi di mana seorang bayi mengalami alergi susu sapi. Kondisi ini kerap membingungkan para orang tua, terutama bila dibandingkan dengan intoleransi laktosa.
Wajar bila membingungkan karena laktosa atau biasa disebut dengan gula susu, merupakan salah satu jenis karbohidrat yang dapat dipecah menjadi bentuk lebih sederhana yaitu galaktosa dan glukosa, serta mendominasi bobot susu secara keseluruhan, dengan jumlah mencapai 2-8 persen.
Lantas apa bedanya? Menurut Prof Juffrie, alergi susu sapi merupakan alergi yang terjadi pada bayi atau anak terhadap 'protein susu sapi'. Sedangkan intoleransi laktosa terjadi karena bayi tak dapat mencerna karbohidrat berupa laktosa karena kekurangan enzim laktase.
"Gejalanya (alergi susu sapi) itu biasanya anaknya kolik (menangis terus-menerus tanpa henti), sakit perut diare, kadang dengan berdarah. (Bedanya) kalau intoleransi kembung kemudian anaknya juga sakit perut tapi buang air besarnya asam," terang Prof Juffrie agar orang tua dapat membedakan alergi susu sapi dengan intoleransi laktosa.
Solusinya, anak yang mengalami alergi susu sapi dapat diberi 'susu spesialis', di mana protein yang terkandung di dalamnya telah dipotong-potong sehingga tidak memicu alergi.
"Atau protein susu sapinya diganti dengan protein kedelai yang kita sebut dengan 'susu soya'," tutup Prof Juffrie.
(iva/up)