Jakarta, Kasus kejahatan seksual pada anak bagaikan fenomena gunung es yang kini mulai terkuak perlahan. Agar jera, para pelakunya perlu diberi hukuman yang tepat. Sudah tepatkah hukuman kebiri secara kimia?
"Hukumannya harus disesuaikan dengan derajat kejahatan seksual yang dilakukan, apakah dilakukan berkali-kali, atau apakah saat melakukannya disertai dengan menyakiti atau tidak," tutur Prof Dr dr Syamsul Hadi, SpKJ (K), Psikiater di RSUD Dr Moewardi Surakarta dan Guru Besar Psikiatri UNS Surakarta.
Untuk menimbulkan efek jera pada pelaku kejahatan seksual terhadap anak, Prof Syamsul beranggapan bahwa hukuman kebiri kimiawi atau pemberian obat-obatan kimia untuk menekan hormon testoteron pada pria hanya cocok diberikan untuk pelaku kejahatan kelas ringan.
Sedangkan bagi pedofil kelas sedang, menurutnya kebiri kimiawi yang hanya bersifat sementara tidaklah cukup. Para pelaku seharusnya dikebiri permanen dengan cara operasi pengangkatan testis. Hal ini dilakukan dengan menimbang dampak negatif yang ditimbulkan.
"Untuk kasus sangat berat, kebiri kimia saja tidak cukup. Untuk kasus sedang, bisa dengan kebiri konvensional, yakni dengan operasi pengangkatan testis. Kalau untuk kasus berat yang korbannya hingga ratusan, mungkin hukuman mati yang cocok," kata Prof Syamsul saat dihubungi detikHealth, Senin (19/5/2014).
Meski demikian, Prof Syamsul menegaskan bahwa jenis hukuman untuk para pelaku kejahatan seksual terhadap anak harus dipertimbangkan masak-masak sebelum diputuskan. Pasalnya ada aspek-aspek lain yang harus dipertimbangkan, seperti hak asasi, urgensi, dampak, dan seberapa berat kasus yang dilakukan.
(up/up)