Jakarta, Diberi tahu bayi dalam kandungannya akan meninggal karena cairan ketuban yang dimilikinya sangat sedikit, Rachel Collins tetap menolak saran dokter untuk menggugurkan bayinya. Meskipun ia tahu risiko kematian buah hatinya cukup besar.
Rachel didiagnosis oligohidramnion, yakni kondisi cairan ketuban yang terlalu sedikit dan bisa membuat bayinya meninggal di kandungan. Tapi, wanita berusia 30 tahun ini tetap bertekad 'membawa' anak pertamanya itu ke dunia.
"Aku memutuskan untuk menulis buku harian berjudul 'Alfie: born to fight, ready to battle - our miracle baby boy' yang berisi tiap menit kehamilanku untuk menunjukkan padanya bahwa kami benar-benar menginginkannya. Ketika diberi tahu bahwa ia tak bisa bertahan hidup pun aku tetap menulis buku harian," papar Rachel.
Tanpa basa basi, dokter langsung mengatakan pada Rachel bahwa bayinya akan mati dan satu-satunya jalan keluar adalah mengugurkannya. Rachel dan suaminya yang saat itu sudah mempersiapkan nama untuk anaknya merasa terpukul. Informasi tersebut disampaikan dokter saat ia melakukan USG di usia kehamilan 20 minggu.
Dokter juga mengatakan meskipun bisa lahir, bayi yang akhirnya diberi nama Alfie oleh Rachel dan Tyler O'Driscoll akan hidup tanpa ginjal dan memiliki gangguan fungsi paru-paru. Saat pertama kali didiagnosa mengalami ologihodramnion, Rachel hanya bisa menangis.
"Mengapa aku harus mengugurkan Alfie padahal aku tahu di dalam perut ia masih bergerak, untuk itulah aku menolak menggugurkannya," kata Rachel seperti dlansir Daily Mail, Selasa (18/2/2014).
Beberapa minggu sebelum mengandung Alfie, Claire sempat mengalami kehamilan ektopik. Pada tanggal 21 Oktober, Rachel melahirkan prematur di usia kandungannya yang baru menginjak 30 minggu. Akhirnya, Alfie bisa lahir dan tangisannya pertama kali diakui Rachel bagaikan keajaiban.
"Itu benar-benar luar biasa, Alfie seakan-akan menantang para dokter dan membuktikan bahwa ia berhasil bertahan hidup di rahimku," tandas Rachel.
(rdn/vit)