Jakarta, Banjir yang melanda sejumlah daerah-daerah di Indonesia, khususnya DKI Jakarta, sangat berdampak pada risiko penyebaran penyakit menular. Salah satunya adalah penyakit kencing tikus atau leptospirosis yang memiliki gejala mirip dengan tifus, demam berdarah, dan malaria. Lalu bagaimana membedakannya?
"Gejala-gejala seperti panas tinggi, mual, hingga jatuh shock, membuat selama ini orang-orang hanya mengira itu sebagai penyakit sejenis thypus atau demam berdarah. Padahal itulah awal yang harus diwaspadai timbulnya bibit penyakit leptospiriosis dalam tubuh manusia," ujar Deputi III bidang Kesehatan, Kependudukan, dan Keluarga Berencana, Kemenko Kesra, Dr. Emil Agustiono M.Epid.
Hal itu disampaikan dia pada acara Deputi Meet Press Waspada Wabah Penyakit Menular Pasca Banjir yang dilangsungkan di Gedung Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (11/2/2014),.
Pria yang juga menjabat sebagai Sekretaris Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis ini menjelaskan leptospiriosis disebabkan oleh bakteri leptospita yang selanjutnya ditularkan tikus melalui urinenya. Bakteri tersebut ditularkan kepada manusia melalui hal-hal kecil seperti air yang tergenang hingga luka lecet yang dialami manusia.
Lantas, apa yang dapat membedakan leptospiriosis dengan penyakit lain yang juga mempunyai gejala yang sama? "Perbedaan fisik menjadi salah satu pembeda dasar yang dapat dilihat pada penderita leptospiriosis, yaitu seperti hati (liver) yang membengkak pada tubuh penderita. Urine penderita pun akan sedikit menghitam," tutur Dr. Emil.
Dari data yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan, sepanjang tahun 2013 terjadi sekitar 630 kasus mengenai leptospiriosis. Sedangkan dari awal tahun 2014 hingga 10 Februari 2014, Case Fatality Rate (CFR) leptospiriosis sudah tercatat sebanyak 25,71 persen.
Dr. Emil Agustiono M.Epid menyebut pada saat banjir, di mana terjadi akibat degradasi ekosistem, menyebabkan risiko berkembangnya penyakit menular semakin besar. Nah, penyakit menular yang ditularkan hewan disebut zoonosis.
"Tingginya ancaman wabah penyakit menular ini harus diperhatikan lebih jauh. Menurut saya, wabah penyakit menular yang disebabkan karena degradasi ekosistem seperti banjir ini, merupakan bencana non-alam," ujar Dr. Emil.
(vit/vit)