Liputan6.com, London Karen Brammer hampir meninggal dunia 80 kali karena menderita 23 macam alergi. Hidupnya diselubungi rasa takut setiap kali ia berjalan ke toko karena penyakit itu bisa saja tiba-tiba membunuhnya.
Wanita berusia 40 tahun tersebut mengalami shock anafilaksis sebanyak 80 kali dan melepaskan pekerjaan impiannya sebagai perawat karena alergi dengan lateks.
Wanita dari Shefford , Bedfordshire, alergi terhadap kiwi, tawon, lateks, dan banyak obat-obatan. Reaksi alergi yang dialami Karen ini semakin buruk selama bertahun-tahun. Saat ini banyak yang membuatnya alergi dan dengan cepat ia mengalami shock anafilaksis.
"Tahun lalu saya berjuang untuk hidup setelah disengat tawon. Saya harus tetap tenang kalau tidak, saya tahu saya akan mati," kata Karen seperti dikutip Dailymail, Selasa (25/2/2014).
Tak hanya itu, Karen juga kehilangan bisnis berkembunnya karena alergi tawon.
"Tenggorokan saya salah satu yang pertama menutup dalam waktu tiga menit setelah disengat, saya terdiam, membuat sulit berbicara dan bernapas,
"Untungnya saya membawa kit medis dengan EpiPens, inhaler, antihistamin, daftar alergi dan kontak darurat saya, serta kartu yang bisa saya gunakan untuk mendapatkan bantuan jika tenggorokan saya menutup dan saya tidak bisa lagi berbicara," katanya.
Kebanyakan orang dibantu dengan obat ketika di rumah sakit. Namun, Karen juga alergi terhadap 16 obat yang berbeda. Ketika remaja, Karen mengetahui bahwa ia memiliki gangguan autoimun yang mempengaruhi sistem kekebalan tubuhnya dan menyebabkan serangan organ tertentu seperti ginjal, kandung kemih, usus, sistem saraf, dan darah.
Karen sering merasa terisolasi dan terbatas karena alerginya. Jika ia diundang ke restoran, pesta, atau pertemuan sosial lainnya, ia harus menanyakan apakah ada balon, buah kiwi, atau karet gelang, serta apapun yang mengandung lateks.
"Hidup itu sulit dnegan satu alergi, tapi beberapa alergi dan masalah kronis lainnya bahkan lebih keras," kata Karen.
Karena alerginya itu, Karen juga sudah memodifikasi mobilnya dengan ban nonlateks. Karen bertekan, alerinya itu tak merusak hidupnya.
Lynne Bupati, CEO dari Kampanye Anafilaksis, mengatakan, kondisi Karen ini menyoroti bagaimana alergi parah bisa berdampak pada kehidupan masyarakat.
"Kami menyediakan dukungan dan informasi kepada pasien seperti Karen dan keluarga mereka yang hidup dengan kondisi ini setiap harinya," katanya.
(Abd)
This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.