TEMPO.CO, Jakarta - Terapi stem cell atau sel punca semakin populer belakangan ini. Beberapa penelitian memang telah menbuktikan bahwa sel punca dapat dimanfaatkan untuk kesehatan dan pengobatan sejumlah penyakit. Namun, ternyata pemanfaatan sel punca masih menjadi perdebatan di berbagai negara.
Dikutip dari Medical News Today, University of Wiscousin-Madison, Amerika Serikat, merupakan satu yang menkritik penelitian dan pemanfaatan sel punca yang berasal dari embrio. Pada 1998, para penliti menemukan bahwa sel punca embrio, yang berasal dari janin saat berusia empat hingga lima minggu dalam kandungan ibu, ternyata tidak bisa hidup lama di laboratorim.
Dari temuan tersebut, merka mengkritik bahwa sayang sekali jika sel yang harusnya bisa hidup malah harus mati sia-sia. Mereka juga menyebut bahwa penelitian tentang sel punca ini terlalu berbahaya bagi embrio dalam kelangsungan hidupnya sebagai manusia kelak.
Selain itu, perdebatan tentang sel punca juga telah sampai ke tingkat pengadilan tinggi di beberapa negara. Penciptaan sel punca sebagai pengobatan ilegal di Austria, Denmark, Prancis, Jerman, dan Irlandia. Namun, hal tersebut legal Finlandia, Yunani, Belanda, Swedia, dan Inggris.
Sementara itu, para peneliti setuju bahwa sel punca embrio adalah yang paling sukses karena berasal dari berbagai sel di dalam tubuh. Penelitian tentang sel punca pun terus dilakukan sebagai cara pengobatan yang lebih efektif.
RINDU P HESTYA | MEDICAL NEWS TODAY
Berita Lain:
Wanita Diabetes Lebih Berisiko Penyakit Jantung
Kiat Agar Anak Tak Antipati pada Makanan Sehat
4 Gerakan Tubuh yang Tingkatkan Kemampuan Otak
This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.