PRO-kontra penggunaan monosodium glutamat (MSG) tak aman bagi kesehatan tubuh, kembali diperbincangkan. Menurut dosen Institut Pertanian Bogor dan Ketua Pergizi Pangan Indonesia Prof. Dr. Ir. H. Hardiansyah, MSG merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang diperbolehkan oleh pemerintah.
Dia menambahkan, aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 33/2012 bahwa MSG adalah 1 dari 4 jenis penguat rasa yang diperbolehkan untuk Bahan Tambahan Pangan (BTP). Sementara BPOM juga mengatur dosis yang diperbolehkan untuk menentukan batas atas pemakaiannya.
"Umum di pasar adalah monosodium glutamat sebagai penggugah selera makan. Umum diperjualbelikan, alasan industri lebih efisien monosodium dibanding potasium. Dalam proses pembuatannya dibuat dari karbohidrat, kalau di Amerika terbuatnya dari jagung, di Indonesia dari tetes tebu. Ada tetes tebu bagian yang tak diproses lebih lanjut, itu proteinnya tinggi. Diberikan ke pakan sapi jadi lahap pakannya. Dan ini menimbulkan rasa, tentu dengan bantuan bakteri," katanya dalam seminar gizi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran, Pangkalan Jati, Depok, Rabu (5/2/2014).
Glutamat, kata Hardiansyah, adalah asam amino non-esensial. Gugus amino ini memungkinkan tubuh bentuk asam amino lain. Glutamat paling banyak tersimpan di otot dan otak.
"Kalau di makanan ketika baru dilahirkan di dalam ASI juga ada glutamat, sebagai asam amino. Kalau kita suka makan kecap, glutamat bebas memberikan rasa gurih. Terasi juga semakin dengan diulek dengan tomat akan gurih. Di seafood, di samping kaya protein, mereka punya glutamat bebas yang banyak. Produk keju ikan, tetapi ada juga yang sensitif dan alergi," ungkapnya.
Di dalam ASI, ada 50 miligram glutamat bebas. Fungsi glutamat sebagai molekul kunci dalam metabolisme seluler dan sebagai pengolah rasa.
"Jadi, intinya diatur Permenkes berupa BTP aman kalau dikonsumsi sesuai anjuran. Jangan di atas dari upper level, tapi kalau dimakan berlebihan tak aman lagi. Entah itu ubah tekstur cita rasa, pangan, tak berarti asal aman seenaknya. Jangan dikudap atau dikonsumsi langsung, tapi ditambahkan," tegasnya.
Hardiansyah menjelaskan, isu yang berkembang seringkali selama ini menimbulkan kontroversi dan masyarakat belum memahami penelitian secara utuh. Penggunaan MSG sampai saat ini dalam penelitian dikatakan dikonsumsi lebih dari 10 gram sehari belum berbahaya. Di Taiwan dan China 2-3 gram sehari, begitu pun di Indonesia, 0,6 gram rata-rata sehari tidak menimbulkan efek negatif.
"Pertama kalau dosis tinggi, 100-150 gram, dibuktikan dan disuntikkan pada tikus per kilogram berat badan, itu baru bisa menimbulkan efek negatif, kita bisa anggap dia sebagai zat gizi, bermanfaat bagi tubuh, ada lagi peran glutamat, yakni penggugah rasa, dibutuhkan sedikit sekali. Bagi anak di bawah 6 bulan bayi tak boleh diberi makanan apa pun, kecuali susu ASI, setelah 6 bulan anak mulai dikenalkan makanan selain ASI. Sementara pada ASI pun mengandung glutamat 15 mm/100 gram ASI," tutupnya.
(tty)
This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.