ANTIBIOTIK bukanlah pamungkas dari segala obat yang membuat tubuh kembali bugar. Anda pun perlu bijak mengawasi penggunaan antibiotik yang diberikan dalam pengobatan.
Perlu diketahui bahwa penggunaan antibiotik yang tak tepat dan aman menyebabkan bakteri bermutasi dan menjadi resisten atau kebal, sehingga tak mampu dilawan dengan antibiotik.
Parahnya, penggunaan antibiotik di masyarakat seringkali berlebihan. Di Indonesia, hasil Riskesdas 2013 yang dilakukan Kemenkes menunjukkan 86,1 persen rumah tangga di Indonesia menyimpan antibiotik di rumah tanpa resep dokter. Padahal, antibiotik seharusnya digunakan dengan hati-hati, tak digunakan tanpa indikasi yang tepat, serta dibeli dengan resep dokter.
Belum lagi, banyak mitos beredar jika sudah minum antibiotik akan resisten jika tak dihabiskan.
"Itu mindset yang keliru," tutur dr. Purnamawati S Pujiarto, SpAK, MMPed, Penasehat YOP dalam diskusi "Bakteri: Kawan atau Lawan" di Restoran Gemoelai, Panglima Polim, Jakarta Selatan, Kamis, 6 Maret 2014.
Dr Purnamawati menerangkan bahwa hanya penyakit-penyakit tertentu yang membutuhkan konsumsi antibiotik.
"Kalau penyakit butuh antibiotik itu misalnya gonnorhoea, TBC, infeksi saluran kemih dan lainnya yang memang butuh antibiotik, itu silahkan. Tentunya sesuai aturan di mana setiap penyakit petunjuknya berbeda satu sama lain,"katanya.
Ketika terinfeksi TB, misalnya, harusnya menggunakan antibiotik enam bulan. Namun ketika satu bulan sudah merasa enakan, maka seringnya penggunaan dihentikan.
"Jika satu bulan kemudian TBC kumat, itu hanya beberapa persen yang mati dan sisanya bermutasi. Karenanya, bisa resisten bakterinya," tutupnya. (tty)
This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.