Bwindi, Uganda, Sebagai primata terbesar, gorila justru mulai dihantui beragam masalah yang mengancam eksistensinya. Mulai dari perburuan, penebangan hutan yang berarti kerusakan bagi habitat mereka, hingga serangan penyakit dari manusia.
Dengan kata lain, gorila-gorila ini seakan-akan tak punya masa depan. Apalagi menurut data sensus terbaru, gorila gunung di seluruh penjuru dunia hanya 880 ekor saja. Miris bukan?
Bwindi Impenetrable National Park sendiri merupakan salah satu situs warisan dunia menurut PBB dan rumah bagi hampir separuh populasi gorila gunung dunia.
Kebetulan ketika pertama kali bekerja di Bwindi Impenetrable National Park pada tahun 1994, seorang peneliti terkemuka dari Uganda yang juga aktivis konservasi gorila, Gladys Kalema-Zikusoka melihat mulai banyak turis yang berkunjung ke taman nasional ini.
Karena ia tahu gorila memiliki kesamaan genetik dengan manusia (98 persen lebih), maka Gladys menduga interaksi manusia dengan gorila akan berdampak pada primata rentan ini.
"Ketika riset saya mengamati sejumlah parasit yang ada di pemukiman gorila dan saya menemukan bahwa lokasi yang paling sering dikunjungi turis memiliki parasit lebih banyak daripada yang tidak. Itu artinya kita bisa menularkan penyakit kepada mereka dengan mereka dan itu hal yang buruk," terang Gladys seperti dikutip dari CNN, Selasa (29/4/2014).
Tak mau gorila makin punah, Gladys mendirikan lembaga non-profit 'Conservation Through Public Health' (CTPH) yang concern terhadap berbagai upaya untuk melindungi gorila dan hewan liar lainnya dari penyakit-penyakit yang bersumber dari manusia.Next
Gladys Kalema-Zikusoka (Foto: CNN)
(
lil/vta)