Jakarta, Kampanye bertemakan anak bukan asbak yang dilakukan oleh Project Jernih punya tujuan mulia, yakni menjauhkan anak-anak dari bahaya asap rokok. Namun dalam praktiknya, kampanye tersebut tidak berjalan dengan mudah.
Irma, seorang relawan Project Jernih merasakan betapa sulitnya menyadarkan para perokok tentang bahayanya merokok di dekat anak. Ia pun menceritakan pengalamannya ketika bersama dengan anggota project Jernih yang lain menggelar kampanya anak bukan asbak ketika mengikuti Car Free Day di Jl Jend Sudirman, Jakarta, beberapa waktu lalu.
"Banyak memang respons negatifnya. Maksudnya, mereka meremehkan gitu. 'Ya iyalah saya juga tahu anak bukan asbak, masa buang abu rokok ke anak' yang kaya gitu-gitu," ujarnya ketika ditemui detikHealth di Jl BDN II no 7 Cipete Selatan, Jakarta Selatan, seperti ditulis Senin (24/3/2014).
Namun tidak melulu negatif, ada juga pengalaman positif yang dijumpai Irma. Dituturkannya bahwa pada acara CFD tersebut ada seorang bapak yang sangat tertarik terhadap kampanye yang diusungnya. Bahwa bapak tersebut setuju dengan pesan dalam kampanye tersebut.
"Lalu di rumah kayaknya dia ceritakan juga soal anak bukan asbak tersebut ke anaknya," sambung Irma.
Beberapa hari kemudian Irma mendapat kiriman email yang mengatakan bahwa si anak tersebut ternyata sudah menyerapi kampanye anak bukan asbak dengan baik. Bayangkan saja, ketika kakeknya datang dan merokok di dekatnya, anak tersebut langsung menegurnya dengan lucu khas gaya anak-anak.
Penggagas Project Jernih Bernaldi Pamuntjak mengatakan bahwa memang pada kebanyakan orang tua, imbauan berhenti merokok dengan alasan berbahaya bagi kesehatan dirinya, kerap tidak mempan. Menurut pria yang akrab disapa Ben tersebut, orang tua akan lebih memikirkan bahaya merokok jika yang terancam adalah buah hatinya.
"Kalau kita menyuruh berhenti merokok si orangnya, entah bapak atau ibunya, tidak akan mempan. Tapi jika kita meminta mereka untuk tidak merokok di dekat anak dengan alasan berbahaya bagi kesehatan anak, keinginan untuk berhenti itu pasti lebih besar," tutur Ben.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan Kementerian Kesehatan menunjukkan peningkatan prevalensi perokok pada tahun 2007, 2010, dan 2013 secara berturut-turut. Mulai dari 34,2%; 34,7% dan akhirnya menjadi 36,3%. Kebiasaan merokok juga cenderung meningkat pada generasi muda, khususnya pada usia 15-19 tahun, dari 7,1% pada tahun 1995 menjadi 18,3% pada tahun 2013.
(up/vit)