EVALUASI Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) selama tiga bulan berjalan sejak diluncurkan dinilai belum baik. Para serikat pekerja atau buruh masih merasa dirugikan dan dipersulit.
Menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal terdapat tiga faktor yang masih harus dikritisi dalam pelaksanaan BPJS. Pertama adalah masalah tarif.
"Sistem tarif sesuai Permenkes 69 tahun 2013, akibatnya RS dan klinik dapat tarif murah. Harusnya cabut Permenkes dan ajak IDI, ARSI untuk berunding tarif layak," katanya di Kampus UI, Depok, Selasa (25/3/2014).
Said menambahkan, masalah lainnya yakni soal tarif INA CBGs. Paket tersebut membuat pasien dipaksa mau tak mau menerima sistem paket pengobatan.
"Paket orang sakit, setelah selesai seminggu dirawat kalau masih sakit maka daftar lagi,
kan ngawur. Harusnya Free For Service, yaitu komitmen provider RS dengan BPJS kesehatan, tarifnya negosiasi. Selama ini
kan sepihak," tuturnya.
Faktor terakhir yang menjadi kendala, kata Said, anggaran penerima bantuan iuran sebesar Rp19 triliun harus transfer ke BPJS kesehatan bukan ke Kemenkes. Hal ini membuat birokrasi berbelit-belit.
"Akibatnya, birokrasi panjang. Akibatnya, jadi terlambat. Itu persoalannya. Dan bisa berpotensi membuat tunggakan atau klaim di rumah sakit bertambah besar," tutupnya.
(tty)