Pages

Senin, 10 Februari 2014

Sindikasi health.okezone.com
Berita-berita Okezone pada kanal Health 
Ready to move beyond the basics?

Enroll in this advanced DSLR course to explore more creative scenarios, image editing, and videography.
From our sponsors
Dokter Ayu Cs Bebas, Penempatan Hukum Sudah pada Tempatnya
Feb 10th 2014, 06:51

MASIH lekat diingatan kita unjuk rasa ratusan dokter untuk menuntut dibebaskannya dr. Ayu dan kawan-kawan (dkk). Aksi tersebut pun terjadi dari Manado, sampai ke daerah-daerah lain di Indonesia termasuk Jakarta.

Organisasi profesi kedokteran pun tak tinggal diam. Mereka meminta peninjauan kembali (PK) kepada Mahkamah Agung (MA) dan meminta penahanan dr. Ayu dan kawan-kawan ditangguhkan. Belum lama ini, 8 Februari 2014 akhirnya dr. Ayu dan kawan-kawan pun dibebaskan. Dan dengan pro dan kontranya yang lahir dari  pembebasan itu, dr. Ayu dkk tetap dibebaskan.

Ikatan Dokter Indonesia, melalui Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota IDI, dr HN Nazar SpB.M.H, menerangkan bahwa pembebasan dr. Ayu dan kawan-kawan sudah menjelaskan bahwa penempatan hukum untuk dokter sudah pada tempatnya. Karena dokter punya undang-undangnya sendiri yakni undang-undang praktek kedokteran dan undang-undang rumah sakit, bukan lewat KUHAP ( (kitab undang-undang hukum acara pidana). Kemudian, hal itu menjelaskan bahwa tak semua tindakan profesi diadili dengan kriminal.

Menurutnya, kasus pembebasan dr. Ayu dkk memberikan kepastian hukum kepada dokter dan pasien di masa depan. Sehingga, diharapkan tak akan ada kejadian seperti ini lagi.

"Pembebasan dr. Ayu dan kawan-kawan yang pasti artinya adalah MA (Mahkamah Agung) sudah menempatkan hukum sesuai-imparsial- atau tidak memihak. Artinya, apa yang diajukan oleh jaksa sudah di tempat benar atau tidak penempatan pasal hukum, sudah terjawab dari dikabulkannya PK ini. Dan dikabulkan PK kami juga mengartikan hukum untuk dokter sudah sesuai dengan tempatnya," katanya saat diwawancarai Okezone via telefon, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin, (10/2/2014)

Kedua, lanjut dia, kepastian hukum mengenai tindakan dokter jadi jelas yakni yurisprudensi. Artinya keputusan hakim terdahulu menjadi dijadikan dasar keputusan oleh hakim kemudian mengenai suatu masalah. Dan berarti bahwa tidak semua tindakan profesi bisa diadili dengan cara kriminal.

"Pasal 359 dan 360 yang ditujukan pada dr. Ayu dan kawan-kawan berarti tidak tempatnya. Hal itu karena profesi dokter sudah memiliki undang-undang praktik kedokteran dan undang-undang rumah sakit. Jadi, kalau ada masalah atau ingin menuntut hak pasien, ya lewat jalur undang-undang itu. Bukan memakai KUHAP (kitab undang-undang hukum acara pidana). Kecuali, bila si dokter melakukan yang sifatnya individual kriminal, baru bisa pakai diluar undang-undang praktik dokter dan undang-undang. Inilah hal penting, yang harus masyarakat tahu," kata dr. Nazar.

Dengan adanya hasil PK yang dikabulkan itu, kata dia, preseden buruk ini berubah menjadi yurisprudensi. Di mana tujuan akhirnya ialah kepastian hukum untuk dokter ke depannya akan jelas. Kemudian, juga kepastian hukum untuk pasien sebagai pihak ketiga.

"dr. Ayu dibebaskan mengartikan posisi hukum bagi para dokter dan pasien, sebuah kepastian hukumnya. Yaitu bagi pasien awal yang ingin mencari keadilan nanti, hal itu sah-sah saja, namun harus pada jalannya: undang-undang praktik kedokteran dan undang-undang rumah sakit," ujar dr. Nazar.

"Dan dampak (kepastian hukum) dari kasus dr. Ayu ini jelas tak hanya untuk dr. Ayu sendiri. Tapi hikmah kasus ini untuk keseluruhan dokter,"tandasnya.

Sekadar diketahui, sebelumnya Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Manado di 2011 menjatuhkan vonis bebas terhadap tiga dokter kandungan, yaitu Dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani, dr Hendry Simanjuntak, dan dr Hendy Siagian. Namun, PK Mahkamah Agung justru menyatakan bahwa tiga dokter tersebut bersalah melakukan malpraktik terhadap Julia Fransiska Makatey. Ketiga dokter tersebut melakukan operasi cito secsio sesaria terhadap korban.

Dengan divonis bersalah, maka izin praktik ketiga dokter tersebut saat ini dicabut. Sementara itu, vonis ketiga dokter itu sesuai tuntutan Tim Jaksa Penuntut Umum Kejari Manado, yakni Romy Johanes SH, Maryanti Lesar SH dan Theodorus Rumampuk SH MH. JPU menilai ketiga dokter ini melanggar Pasal 359 KUHP. (ind)

This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions