Jakarta, Disahkannya Undang-undang Kesehatan Jiwa membuat fasilitas kesehatan primer setingkat puskesmas dan rumah sakit kabupaten wajib melayani pasien gangguan jiwa. Kemenkes berharap dengan dilayani di puskesmas, rasa malu masyarakat untuk berobat dapat dihilangkan.
"Dengan berobat di puskesmas kan rasa malunya dapat berkurang, karena yang berobat memang biasanya dari kalangan yang sama. Sehingga diharapkan tidak ada lagi pasien yang menganggap gangguan jiwa sebagai aib," tutur dr Eka Viora, SpKJ, Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI kepada detikHealth, seperti ditulis Kamis (10/7/2014).
Dijelaskan dr Eka bahwa selama ini masyarakat menganggap bahwa gangguan jiwa, terutama gangguan emosi mental, merupakan aib keluarga yang harus disembunyikan rapat-rapat. Pasien gangguan jiwa biasanya dikurung di dalam kamar, dikucilkan, hingga dipasung.
Bukannya sembuh atau membaik, dr Eka menganggap bahwa tindakan ini malah akan memperparah keadaan pasien. Untuk itu, adanya UU Kesehatan Jiwa yang mewajibkan puskesmas untuk melayani pasien gangguan jiwa diharapkan dapat menghilangkan mitos tersebut.
"Dengan diobati di puskesmas kan bisa ditangani penyakitnya. Depresi misalnya, kalau ditangani ketika masih ringan tidak akan berubah menjadi berat. Kalau sudah berat pun dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatn lanjutan sehingga tidak membahayakan diri sendiri ataupun orang lain," pungkas dr Eka.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengatakan akan mempidanakan para pelaku pemasungan bagi pasien gangguan jiwa. Pernyataan tersebut dikatakannya usai disahkannya UU tersebut di Rapat Paripurna DPR siang tadi.
"Itu nanti akan ditangani, pemerintah akan membuat aturan-aturan untuk para pelaku pemasung. Jadi nanti mereka akan kena sanksi pidana," ungkap Menkes.
(up/up)