Jakarta, Upaya pengendalian tembakau memang seharusnya menjadi tanggung jawab seluruh elemen masyarakat. Dokter sebagai salah satu tenaga kesehatan pun seharusnya menjadi garda terdepan dalam pengendalian tembakau demi meningkatkan standar kesehatan masyarakat Indonesia.
Masalahnya, sering kali dokter hanya fokus kepada upaya penyembuhan penyakit saja, tidak menyentuh ranah pencegahan. Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) dr Adang Bachtiar, MPH, DSc mengatakan bahwa tindakan promotif dan preventif sering kali ditinggalkan oleh dokter.
"5 Level Prevention itu kan promotif, preventif, early diagnosis, promptly treatment sama rehabilitatif. Nah dokter sekarang mainnya cuma di promptly treatment sama early diagnosis. Tiga lainnya ditinggalin," tutur dr Adang kepada detikHealth di sela-sela acara Indonesian Conference on Tobacco or Health 2014 di hotel Royal Kuningan, Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (31/5/2014).
Dikatakan dr Adang bahwa sejatinya kelima upaya pencegahan penyakit tersebut sudah dipelejari oleh seluruh tenaga kesehatan ketika menjalani pendidikan. Namun karena kesibukan dan berbagai hal lainnya, upaya promotif, preventif dan rehabilitatif menjadi terlupakan.
Lalu seperti apa upaya promotif dan preventif yang dapat dilakukan oleh dokter? dr Adang mengatakan bahwa cara termudah adalah dengan mengingatkan kepada perokok tentang kerugian yang dialami oleh keluarganya, selain kerugian yang dialami oleh dirinya sendiri.
Ia mengatakan bahwa pernah suatu kali dirinya menggunakan taksi untuk bepergian. Kebetulan supir taksi tersebut sedang batuk-batuk dan diketahui merupakan seorang perokok aktif. dr Adang pun mencoba mengajak supir tersebut untuk berhenti merokok dengan membincangkan keluarga.
"Saya bilang gini, 'Pak maaf anak berapa?', supirnya jawab 'satu, umur 3 tahun'. Langsung saja saya bilangin, 'Pak kalau terus merokok, bisa-bisa nanti pas umur 8 tahun anak bapak udah nggak punya bapak lagi'. Diomongin begitu langsung diam dia, terus nanya bagaimana cara berhenti merokok," tutur pria yang juga dosen di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia tersebut.
Tenaga kesehatan menurut dr Adang merupakan agent of change yang seharusnya dapat dimaksimalkan dalam upaya pengendalian tembakau. Sehingga pengendalian tembakau bukan hanya lagi tanggung jawab pemerintah ataupun dinas kesehatan, melainkan juga menjadi tanggung jawab bersama demi menuju Indonesia yang sehat dan sejahtera.
"Bukan hanya dokter ya, tapi seluruh tenaga kesehatan. Bidan, dokter gigi, perawat juga apoteker, harus bisa jadi agent of change, supaya pengendalian tembakau dapat berjalan maksimal," ungkapnya.
(up/up)