TEMPO.CO, Jakarta - Pada malam pertama Indonesia Fashion Week (IFW) 2014 yang berlangsung Kamis (20/2) lalu, di Plenary Hall, Jakarta Convention Center, tak terjadi banyak kejutan atau hal yang baru. Empat desainer—masing-masing dua dari Jepang dan Maroko--mengeluarkan koleksi yang kental dengan suasana musim dingin negara sub-tropis. Mereka seperti mengikuti gaya pekan mode di negara maju yang berusaha memprediksi tren. Hanya Votum yang tampil dengan gaya musim panas.
Desainer dari Jepang, Steven Tach, tampil pertama. Lulusan arsitektur dari Shibaura Institute of Technology, Tokyo, ini memunculkan karakternya yang tak ribet, tanpa banyak aplikasi, apalagi aksesori. Baju siap pakainya kebanyakan terdiri atas atasan dan bawahan. Beberapa atasan modelnya dilipat ke depan, seolah membentuk leher kimono. Lalu bawahannya celana kulot yang gombrong dan terlihat seperti rok.
Tak banyak hal baru dari karyanya ini. Sekilas mirip dengan baju-baju yang biasa terlihat di mal. Mesin pendingin di Plenary Hall semakin terasa menusuk tulang ketika muncul karya ini. Untunglah, setelah itu, muncul Votum--merek siap pakai desainer Sebastian Gunawan dan Christina Panaress--dengan tema bunga musim semi. Kuning muda, merah, dan biru menghiasi palet karya sepasang suami-istri itu.
Gaun pendek dan panjang hadir dengan material kain yang ringan serta lembut. Sentuhan batik pun hadir samar-samar di beberapa kain. Di tengah gaya ini, muncul baju pendek model kerah cheongsam. Seba--panggilan Sebastian--sepertinya belum lepas dari koleksi Tahun Baru Cina yang ia luncurkan pada awal tahun ini.
Lalu, rasa dingin muncul lagi ketika Mardiana Ika menampilkan karyanya yang berlabel Ika Butoni. Label yang dirintisnya di Hong Kong ini tak lepas dari ciri khas tenun ikat. Secara keseluruhan, tampilan model pada malam itu seperti Ratu Nefertiti dari Mesir yang lahir kembali menjadi tokoh dalam trilogi film The Matrix. Mereka memakai topi tinggi dengan baju yang futuristik.
Aura musim gugur terasa di gaun pendek dan blazer berwarna cokelat metalik, hitam, hijau, dan perak. Ika juga mengeksplorasi beludru ungu dan biru untuk koleksinya. Yang cukup aneh adalah ketika ada motif kulit zebra muncul di tengah-tengah koleksinya. Tiga gaun malam berkelir emas dan perak menutup keanehan tersebut. Ia juga menyelipkan kejutan berupa kalung yang bergantung di belakang leher model untuk baju terbuka di bagian punggung.
Desainer Said Mahrouf tetap mempertahankan gayanya berupa aksen lipatan dan simpul di bagian dada dan perut. Tak banyak potongan yang berarti pada koleksinya, kecuali aksen tersebut. Gaun malam berbahan sifonnya tersebar di panggung berwarna putih. Sayangnya, beberapa gaun itu justru gagal "terbang" dan nyaris terinjak akibat cara berjalan sang model yang kurang mumpuni.
Sebagai penutup, Ali Charisma mencoba melakukan dekonstruksi jaket kulit. Hampir semua gaunnya tertutup gaun yang seolah setengah jadi itu. Hasilnya, baju renang seperti kostum Wonderwoman berwarna platina ditimpa jubah panjang. Belum cukup di situ, masih ada jaket kulit bermotif hijau yang seperti kantong penyimpan jas pria pada akhir koleksinya.
Pengelola pergelaran IFW tahun ini sepertinya telah banyak melakukan pembenahan dibanding tahun lalu. Layar panggungnya bisa bergerak dinamis, cocok dengan lebarnya panggung berwarna putih. Tapi parade iklan para sponsor beserta jam karetnya sebelum pergelaran dimulai tetap ada. Tentu saja hal ini mengganggu mood para penonton.
SUBKHAN | SORTA TOBING
Topik Terhangat
#SaveRisma | PRT Istri Jenderal | Akal Sogok Akil | Jokowi | Anggito |
Berita Terpopuler
Panti Asuhan Samuel Ternyata Tak Berizin
Kekurangan Zat Besi Sebabkan Stroke
Daya Ingat Terbaik Saat Anda Berusia 25 Tahun
Solusi Hentikan Gangguan Makan Larut Malam
Gaya Seksi Lingerie Renda Swarovski
This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.