Jakarta, Memasuki usia remaja, berat badan Jakki Ballan mulai naik. Sang dokter pun menyarankan agar ia mengganti kola kesukaannya dengan yang rendah lemak alias Diet Coke. Namun siapa sangka berpuluh-puluh tahun kemudian, Jakki malah kecanduan Diet Coke.
Mengikuti saran dokternya, berat badan Jakki pun turun. Akan tetapi yang terjadi berikutnya adalah Jakki justru terobsesi dengan Diet Coke. Konon dalam sehari Jakki sanggup menghabiskan 50 kaleng kola diet atau tiga kaleng untuk tiap jamnya. Dan itu artinya dalam kurun 30 tahun terakhir, ia telah menghabiskan uang mencapai Rp 294 juta hanya untuk membeli soda.
Wanita yang kini berusian 42 tahun itu pun sebenarnya tahu betul jika kebiasaannya hanya membuatnya menjadi miskin, apalagi ia telah keluar dari pekerjaannya sebagai pegawai jasa laundry sejak 16 tahun yang lalu.
Dan kalaupun Jakki mencoba berhenti dari kecanduannya, ia masih harus mengonsumsi 30 kaleng soda tiap harinya. "Kecanduan ini mengambil alih hidup saya, dan jika saya harus beraktivitas setidaknya saya harus menyiapkan dua botol soda di dalam tas saya. Di rumah pun saya hanya membatasi persediaan soda saya menjadi satu botol saja tapi itu sudah cukup membuat saya panik," kisah Jakki seperti dikutip dari Daily Mail, Minggu (23/2/2014).
Jakki menambahkan bila sehari saja ia tidak minum kola diet, maka tubuhnya akan langsung berkeringat, gemetaran dan ia akan berjalan mondar-mandir ke penjuru rumah saking paniknya. "Saya tahu ini saatnya saya berhenti," imbuhnya.
Belakangan wanita asal Ellesmere Port, Cheshire UK ini juga mengaku mengalami sakit kepala terus-menerus hingga halusinasi akibat kecanduan terhadap kola tersebut. Dokter yang ia temui untuk menanyakan masalahnya juga berkata mereka tak bisa berbuat apa-apa.
Namun seorang pakar diet dari British Dietetic Association bernama Dr Sarah Schenker mendesak Jakki untuk menjalani terapi perilaku kognitif. Apalagi Dr Sarah khawatir kandungan asam fosfor dalam soda yang dikonsumsi Jakki secara berlebihan lama-lama akan merusak tulang-tulangnya.
Menurut Dr Sarah terapi tersebut dianggap cocok untuk Jakki karena otaknya telah terbiasa menganggap soda sebagai sebuah bentuk 'reward'. "Terapi perilaku kognitif memang biasanya digunakan oleh orang-orang yang mengidap gangguan makan, dan jika digunakan oleh Jakki, terapi itu akan mengubah perilaku mereka, termasuk mengajari mereka bagaimana caranya hidup tanpa kola diet," terangnya.
Jakki Ballan/dok. Daily Mail
(
lil/vit)