Jakarta, Ikatan Bidan Indonesia (IBI) mengaku belum mendapat sosialisasi
pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 1636/2010 yang mengatur secara detail sunat perempuan. Meski demikian, IBI mendukung kebijakan tersebut.
"Sebaiknya memang dicabut, lalu diberikan pendidikan ke masyarakat," kata Emmy Nurjasmi, Ketua IBI saat dihubungi detikHealth, seperti ditulis Senin (24/2/2014).
Permenkes No 1636/2010 mengatur bahwa sunat perempuan hanya boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu, termasuk di antaranya adalah bidan. Prosedurnya pun tidak boleh sembarangan, harus menggunakan alat dan teknik tertentu dan tidak boleh melukai alat kelamin.
Meski mengatur sedemikian detail, Permenkes tersebut dinilai IBI justru membingungkan. Di satu sisi para bidan diberi kewenangan untuk menyunat perempuan, namun di sisi lain tidak ada pembekalan tentang ketrampilan tersebut dalam kurikulum bidan.
"Jika dicabut, bidan akan lebih jelas dalam memberikan penyuluhan kepada masyarakat. Tapi kalau penyuluhan juga harus didukung peraturan yang jelas. Nanti juga harus minta bantuan tokoh masyarakat," lanjut Emmy.
Emmy mengaku, bidan-bidan masih sering menerima permintaan sunat perempuan. Namun karena tidak dibekali atau dipersiapkan untuk tindakan tersebut dalam kurikulumnya, para bidan biasanya hanya melayaninya dengan pembersihan organ genital.
"Kalau dari aspek kesehatan tidak ada manfaatnya. Kalau yang selama ini orang banyak minta dari konteks dan agama. Lebih kepada tuntutan masyarakat yang minta," tandas Emmy.
(up/vit)