Sejak diberlakukan 1 Januari 2014, pelayanan kesehatan di Indonesia telah banyak berubah
Liputan6.com, Jakarta Sejak diberlakukan 1 Januari 2014, pelayanan kesehatan di Indonesia telah banyak berubah. Mulai dari kewajiban masyarakat untuk melakukan pembayaran premi tiap bulan, pemeriksaan kesehatan yang dilakukan dari fasilitas kesehatan primer seperti puskesmas dan rujukan ke rumah sakit, isu kenaikan biaya rumah sakit yang bekerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, sampai pada aplikasi Teknologi Informasi untuk mengurangi antrean di rumah sakit.
Walaupun belum semua keluhan masyarakat terselesaikan, tapi menurut Ketua Dewan Jaminan Sosial (DJSN) Chazali Situmorang ada dua hal sebenarnya yang paling penting untuk segera dibenahi baik oleh pemerintah dan BPJS itu sendiri.
"Dari sisi provider, masalah peserta harus segera dibenahi. Seperti misalnya masalah cakupan. Baik dari tinggat pendidik dan Rumah Sakit. Sedangkan sisi lainnya dari segi pemerintah, peserta JKN kita harapkan ada kepastian apakah dia masuk PBI atau Non PBI. Itu harus jelas. Jangan sampai mereka nggak dapat pelayanan. Dua hal ini perlu segera ditinjaklanjuti," kata Chazali usai acara penandatangan kerjasama antara BPJS dan Dompet Dhuafa di Hotel Bidakara, ditulis Jumat (18/7/2014).
Mengingatkan kembali, setidaknya sebanyak 86,4 juta jiwa masyarakat kurang mampu yang sebelumnya masuk dalam Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) atau Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) telah masuk dalam kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI). Sisanya BPJS Kesehatan menargetkan, hingga akhir 2014 peserta JKN mencapai 121 juta jiwa. Dan seluruh penduduk Indonesia akan tercover JKN pada 2019.
(Gabriel Abdi Susanto)