Jakarta, Banyaknya industri rokok yang belum memasang peringatan bergambar di bungkus rokoknya, yang artinya melanggar peraturan pemerintah. Sebagian kalangan menganggap pelanggaran ini melecehkan pemerintah selaku pembuat peraturan.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) selaku pengawas pun dinilai lemah dalam menegakkan peraturan. Namun Kepala BPOM Dr Roy Sparringa mengatakan bahwa sebagai pengawas, BPOM tidak memiliki kewenangan untuk melakukan eksekusi sanksi yang tertera di PP 109/2012 dan UU 36/2009 tentang Kesehatan.
Dikatakan dr Roy bahwa pihaknya hanya mampu memberikan rekomendasi terkait kepada instansi-instansi terkait, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Kesehatan, serta Polri sebagai penegak hukum.
"Untuk itu pemerintah harus kompak menyikapi pelanggaran ini," tutur Roy kepada perwakilan organisasi pengendalian tembakau di Gedung BPOM, Jalan Percetakan Negara, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Jumat (27/6/2014).
Dikisahkannya, masalah pengawasan produk tembakau memang hal baru yang dilakukan oleh BPOM yang biasanya hanya mengatur soal obat-obatan dan makanan. Selain itu memang BPOM tidak memiliki data tentang pre-market dan tidak mengontrol izin penjualan produk yang membahayakan kesehatan tersebut.
"Tembakau ini kan baru ditangani BPOM. Data pre-marketnya kami nggak ada. Izin juga bukan kami yang mengeluarkan," sambung dr Roy lagi.
Widyastuti Soerojo, dosen Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Indonesia yang juga perwakilan dari Komnas Pengendalian Tembakau, mengatakan bahwa seharusnya BPOM bisa bertindak melalui instansi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang akan diteruskan kepada instansi kepolisian sebagai penegak hukum di Indonesia.
"Daripada capek debat tentang lintas sektor, lebih baik BPOM langsung memberikan rekomendasi kepada PPNS. Yang nantinya akan diteruskan kepada Bareskrim Polri," ungkap wanita yang akrab disapa Tuti tersebut menanggapi pernyataan Roy.
Masalah penindakan terhadap industri rokok yang bandel memang terkesan berlarut-larut. Padahal sesuai undang-undang, industri rokok yang belum memasang peringatan bergambar per 24 Juni 2014 dapat dikenai hukuman maksimal 5 tahun penjara atau denda Rp 500 juta.
Sementara itu dalam Permenkes no 28/2013 soal pemasangan peringatan bergambar, sanksi administratif yang dapat dilakukan meliputi pemberian teguran tertulis, teguran keras, hingga penghentian penjualan sementara dan terakhir pencabutan izin operasi perusahaan rokok.
(up/up)