Pages

Jumat, 04 Oktober 2013

Liputan6 - RSS 0.92
Liputan6.com merupakan situs berita aktual, tajam, terpercaya yang dimiliki SCTV 
Need cooking inspiration?

Have a passion for cooking delicious meals or need inspiration for your next dish? Daily food fares to quench your palette when you subscribe to Recipe ideas.
From our sponsors
Bahaya Hamil Pada Penderita Gangguan Bipolar
Oct 4th 2013, 03:24

Oleh Aditya Eka Prawira

Posted: 04/10/2013 09:57

Bahaya Hamil Pada Penderita Gangguan Bipolar

(telegraph.co.uk)

Liputan6.com, Jakarta : Kehamilan pada penderita gangguan bipolar (GB) akan membuatnya kambuh mengalami gangguan tersebut. Itu terjadi, baik dalam kondisi seorang wanita tengah mengandung atau ketika ia melahirkan. Sehingga, seringkali gangguan mood terjadi ketika wanita itu usai melahirkan. Untuk itu, penderita GB sebaiknya merencanakan kehamilan sebelumnya.

Berita Terkait

Lantas, bagaimana cara mengobati wanita hamil dengan GB? Dan, bagaimana meneruskan pemberian obat-obatan GB ketika hamil?

Wakil Ketua Sie Bipolar dan Gangguan Mood Lainnya dari Perhimpunan Dokter Spesialis Jiwa Indonesia (PDSKJI), Dr. dr. Nurmiati Amir, SpKJ (K) menuturkan bahwa sebenarnya ada beberapa jenis obat yang sebenarnya tidak dapat diberikan kepada seorang pasien ketika dirinya tengah mengandung. Beberapa obat akan berdampak sangat bahaya ketika obat itu dikonsumsi pada trisemester pertama dan trisemester kedua kehamilan.

"Karena pada fase ini akan terjadinya pembentukan organ-organ penting. Seperti pembentukan jantung, saraf, dan organ-organ penting lainnya. Apakah itu lipium dan jenis obat lainnya, akan memberikan efek samping yang cukup serius," ujar Nurmiati Amir, dalam acara Memperingati Hari Kesehatan Jiwa Dunia 2013: Mental Health in Older Adults, ditulis Jumat (4/10/2013)

Adapun gangguan cukup serius yang akan terjadi yaitu terjadinya gangguan di katup jantung, misalnya di tiroid, ibu akan melahirkan tapi tiroidnya tidak normal. Selain itu, bisa terjadi kelainan sususan pada saraf tulang belakang, dan bisa terjadinya cacat pada bibir, yang mengakibatkan terjadinya sumbing.

"Maka itu, untuk trisemester pertama dan trisemester kedua, tidak diperkenankan untuk pemberikan obat moodstabilizer itu. Ini tidak berdasarkan penelitian, melainkan bukti akhir. Mengapa? Karena pada saat penelitian, tidak ada penelitian yang diperuntukkan bagi orang hamil. Karena dalam penelitian obat, orang hamil dikeluarkan dalam penelitian. Kita mengetahuinya, justru setelah orang tersebut melahirkan, terjadi cacat seperti ini," terang dia.

Untuk jenis obat-obatan lainnya, lanjut Nurmiati, dapat digunakan pada trisemester pertama dan trisemester kedua. Tapi, alangkah baiknya, bagi penyandang GB untuk merencanakan kehamilannya.

"Empat sampai enam bulan sebelum kehamilan, dia harus sudah menghentikan mengonsumsi obat-obatannya. Selain itu, dia harus sudah dilindungi oleh vitamin-vitamin yang melindungi tubuhnya. Itu dilakukan, supaya efek obat benar-benar habis, sehingga tidak mengganggu janin yang ada di kandungannya," pungkas dia.

Memang, tidak 100 persen ibu hamil yang mengonsumsi obat moodstabilizier ini akan melahirkan seorang anak yang cacat. Tapi, risiko ke arah sana memang cukup besar.

"Karena penelitiannya tidak ada, kita tidak berani melakukan penelitian itu sendiri," tutup dia.

(Adt/Mel/*)

Berita Rekomendasi

This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers. Five Filters recommends:

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions