REAMPUTASI atau pengamputasian ulang akibat pembusukan, merupakan momok bagi para diabetesi. Betapa tidak, efek dari upaya ini tak hanya membuat kecacatan kian mencolok tapi juga bisa membuat kualitas hidup hidup terus menurun.
Menurut data studi Ince P dkk tahun 2007, pasien diabetes melakukan reamputasi pascaamputasi setahun, tiga tahun dan lima tahun yakni 26,7 persen pada tahun pertama, 48.3 persen di tahun ketiga dan 60,7 persen pada tahun kelima. Menanggapi hal itu, dr. Em Yunir, SpPD-KEMD, Kadiv Divisi Metabolik Endoktrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-UI/ RSCM, pasien diabetes yang mengalami reamputasi itu disebabkan beberapa hal, yaitu upaya lanjutan pengobatan dan gaya hidup kurang sehat yang memicu pembusukan pada bagian kaki.
"Beberapa hal yang memengaruhi pasien diabetesi mengalami reamputasi adalah perokok, kadar kolesterol tinggi, hipertensi, gula darah tidak terkontrol, dan berat badan melebihi batas normal. Semua kondisi meningkatkan risiko untuk mengalami reamputasi," katanya dalam acara yang bertema Kaki Diabetik, Haruskah Selalu Diamputasi?, di Hotel Mandarin Oriental lantai 3, MH. Thamrin, Rabu (30/10/2013).
Dia menambahkan, keteraturan meminum obat selepas ballooning juga salah salah satu faktor yang tak bisa diabaikan. Sebab, seperti orang yang meletakkan ring pada bagian tertentu, obat jadi ujung tombak agar ring tersebut tak mengalami masalah.
"Mengonsumsi obat secara teratur pascaoperasi sangat penting, biasanya dokter memberikan obat pengencer darah agar tidak mengalami masalah dengan ring di kemudian hari," terangnya. (ind)
This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers. Five Filters recommends: