Sejumlah dokter di Inggris mendesak pemerintahnya untuk membuat peraturan larangan rokok bagi generasi muda
Liputan6.com, Jakarta Cukai rokok di Indonesia terbilang masih rendah dan jauh dari standar. Itu semua berkaca dari Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan dan Peraturan Pemerintah nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi kesehatan.
"Berdasarkan undang-undang Nomor 39 tahun 2007 tentang Cukai, batas maksimum cukai rokok 57 persen dari harga jual eceran rokok. Sedangkan di tingkat global, standar cukai rokok 65 persen," kata Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi saat ditemui dalam puncak acara `Hari Tanpa Tembakau Sedunia` di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta, Senin (2/6/2014).
Menkes menerangkan, salah satu roadmap Kementerian Industri 2015 yakni meningkatkan anggaran negara melalui cukai rokok. Tapi saat ini pemerintah baru menerima 46 persen cukai rokok dari harga eceran rokok.
"Jauh dari batas maksimum UU cukai yang seharusnya 57 persen dari harga jual eceran rokok dan standar cukai rokok dunia," jelasnya.
Dengan peningkatan cukai rokok, lanjut Menkes, tingkat konsumsi rokok akan menurun sehingga berdampak pada penurunan prevalensi perokok dan menurunnya kejadian penyakit tidak menular seperti jantung dan kanker.
Di sisi lain, perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Indonesia Sharad Adhikary mengatakan, peningkatan nilai pajak dan cukai merupakan upaya yang paling direkomendasikan untuk mencegah kaum muda merokok.
Penelitian WHO menunjukkan, naiknya pajak atau cukai rokok dapat membantu suatu negara menekan jumlah perokok dan meningkatkan pendapatan negara.
Sebagai contoh nyata, Sharad mengatakan, Filipina memperoleh pendapatan sebesar US$ 58 juta sehingga dapat meningkatkan anggaran kesehatan hingga 57 persen. Sedangkan Thailand yang menaikkan pajak rokok hingga 70 persen juga bisa mendorong jaminan kesehatan nasional dan terbukti peningkatan pajak tidak memengaruhi masalah ketenagakerjaan.
(Melly Febrida) ;