Liputan6.com, Jakarta Upaya keras dalam pengendalian HIV/AIDS akan sia-sia, bila orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang telah disiapkan pelayanannya dan disiplin mengikuti pengobatan, namun mereka meninggal karena Hepatitis baik B maupun C.
Demikian sambutan Wakil Menteri Kesehatan RI, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc, PhD, saat membuka kegiatan "Pertemuan Konsultasi Nasional Pengendalian Hepatitis Indonesia" di Jakarta, ditulis Jumat (27/6/2014).
Saat ini, selain imunisasi hepatitis B, upaya pengendalian hepatitis virus yang sudah dilaksanakan antara lain,
1. Promosi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat atau PHBS,
2. Penapisan darah donor oleh unit transfusi darah PMI,
3. Deteksi dini Hepatitis B pada ibu hamil,
4. Deteksi dini hepatitis B pada tenaga kesehatan,
5. Pengembangan Surveilans Hepatitis B dan C bagi kelompok masyarakat berisiko tertular dan menularkan, yaitu pengguna narkoba suntik (Penasun), lelaki yang melakukan seks dengan lelaki (LSL), Waria dan wanita penjaja seks (WPS); serta
6. Pengembangan program Perawatan Dukungan Pengobatan (PDP) Hepatitis B dan C.
Wamenkes menyatakan bahwa upaya-upaya yang telah diinisiasi oleh Kemenkes tersebut dirasakan masih perlu upaya akselerasi, agar kita bisa menekan laju penularan, mengurangi angka kesakitan dan kematian, meningkatkan kualitas hidup bagi yang telah terinfeksi.
"Melalui pertemuan ini saya berharap agar para peserta pertemuan dapat mulai memikirkan, mengembangkan dan memasukan dalam rencana kerja upaya pengendalian Hepatitis virus sebagai upaya prioritas dapat dilakukan atau dikolaborasikan dengan program lain", ujar Wamenkes.
Di Indonesia, diperkirakan pengidap hepatitis B dan C berjumlah 28 juta orang. Data Riskesdas 2007 menunjukkan prevalensi hepatitis B sebesar 9,4 persen, sedangkan prevalensi hepatitis C sebesar 2,1 persen.
(Gabriel Abdi Susanto)
This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.