Pasangan bertengkar (Foto: Google)
SIKAP menggampangkan persoalan atau dengan enteng menjanjikan sesuatu tanpa pernah ditepati, ini tanpa disadari bisa membuat pasangan kecewa. Bahkan jika pasangan sering melakukan ini tanpa adanya penyelesaian, dapat berakibat buruk dalam kehidupan rumah tangga.
Guna menghindari hal tersebut
, ikuti pemaparan Meiske Y Suparman M.Psi, Psikolog berikut ini, dilansir
Mom & Kiddie. Kecenderungan PasanganMenurut Meiske, sikap menggampangkan persoalan dalam rumah tangga berarti suami menyepelekan maunya istri atau sebaliknya. Hal ini dapat terjadi karena salah satu pihak berpikir bahwa jika tidak memenuhi permintaan pasangannya, maka tidak akan terjadi apa-apa.
Mereka sering kali berkeyakinan bahwa pasangan yang sudah menjadi milikinya, sudah pasti cinta dan sayang pada kita maka tidak memenuhi janji pun bukan suatu masalah. Karena apa pun yang terjadi, pasangan pun akan memahami.
"Menggampangkan masalah sebenarnya bukan sikap yang disengaja atau mengambil kesempatan. Tapi, sikap ini sudah menjadi kecenderungan pasangan dalam rumah tangga. Karena sudah saling memiliki, maka ada perasaan 'tidak apa-apa' jika tidak memerhatikan atau memenuhi janji. Toh, dia sudah menjadi milik kita, jadi nggak akan kemana-mana. Sehingga, lama-lama kita jadi lupa dan mengabailan hal-hal yang mungkin bisa membuat pasangan kita jadi senang. Kita juga merasa itu bukanlah hal yang penting lagi. Kalau kesal atau marah juga nggak akan cerai dan berkurang cintanya pada kita kan. Inilah yang sering ada di pikiran pasangan yang kerap menyepelekan keinginan suami atau istrinya," urai Meiske panjang lebar.
Jangan Menjadi Pertengkaran!
Meiske mengatakan, tidak semua pasangan memiliki sikap menggampangkan persoalan. Hanya saja, sikap ini sering atau banyak terjadi pada beberapa pasangan dengan bentuk dan alasan yang berbeda-beda. Misalnya, dari janji memberikan barang, menjemput, melakukan sesuatu atau hal-hal kecil lainnya. Mungkin ada pasangan yang keseringan bersikap seperti itu. Tapi, ada juga pasangan yang jarang mengalaminya.
"Meskipun masalahnya beda-beda, tapi sikap ini pasti terjadi dalam rumah tangga. Oleh karena itu, masalah tersebut tidak perlu diberi perhatian khusus karena ini pasti berjalan dengan sendirinya dan seharusnya nggak perlu ada pertengkaran ya," tutur Meiske.
Jika dilihat sekilas, tentu saja salah satu pihak merasa sikap menggampangkan persoalan adalah hal yang negatif karena sesuatu yang seharusnya dipenuhi tapi ini tidak. Namun jika dilihat lebih jauh lagi, apabila kedua pihak tidak menjadikannya suatu masalah dan mereka menganggap biasa saja maka ini akan menjadi positif. Karena akhirnya tidak ada masalah yang perlu dibahas secara mendalam dan tidak perlu disimpan di dalam hati.
Misalnya, ketika suami menggampangkan persoalan dan istri menganggap tidak apa-apa karena berpikir suaminya sibuk. Berarti, dari kedua pihak tersebut tidak mempermasalahkannya. Ini justru positif karena dengan demikian mereka jadi paham satu sama lain. "Ya, inilah suamiku apa adanya maka terima saja."
Tapi, jika dilihat kecenderungannya kebanyakan sikap ini justru negatif karena dapat membuat pasangan kecewa. "Salah satu pemenuhan janji adalah bentuk kasih sayang. Jika janjinya tidak dipenuhi dan pasangan jadi kecewa maka sikap menggampangkan ini sudah termasuk negatif. Kecuali, salah satu pihak tidak merasa apa-apa," tambahnya.
Tergantung Niat
Kalau dilihat dari niatnya, menggampangkan persoalan ini tidak selalu seperti mempermudah pekerjaan. Bukan karena supaya gampang atau cepat selesai. Bisa jadi pihak yang bersikap seperti itu memang tidak sengaja lupa. Namun, karena moms atau dads tidak pernah protes, maka lupanya bisa jadi keterusan karena nggak pernah dijadikan agenda di otak dan tidak dijadikan satu kewajiban di hati. Akhirnya, sikap ini pun dapat berlangsung terus-menerus.
"Kelihatannya memang menggampangkan sesuatu, tapi niatnya mungkin tidak untuk itu. Mungkin saja memang suami murni lupa dan tidak menyangka kalau istrinya masih menunggu janjinya," Meiske memberi contoh.
Bukan Meremehkan
Meiske tidak setuju bila menyepelekan masalah termasuk sikap merendahkan pasangan. "Terlalu dini jika langsung menganggap pasangan meremehkan atau merendahkan karena tidak memenuhi janjinya. Misalnya, suami suka lupa dengan janjinya kepada istri atau sepertinya menggampangkan persoalan saat kita curhat dengannya. Lalu, kita menganggap dia meremehkan kita. Berarti kita terlalu cepat mengambil kesimpulan. Harusnya kita telusuri dulu penyebabnya. Mungkin ada yang memang 'meremehkan' tapi mungkin nggak semuanya," paparnya.
Jika moms atau dads sudah merencanakan sesuatu dan tiba-tiba ada kondisi yang membuat kita tidak bisa memenuhinya, seharusnya kita bisa memahaminya bukan malah menganggap kita jadi direndahkan atau disepelekan.
"Kalau kita terbiasa membesar-besarkan masalah, maka semua akan terlihat negatif. Mungkin saja pasangan yang seperti ini akan merasa diremehkan. Padahal belum tentu. Saya menghimbau pada setiap pasangan agar segala hal perlu dilihat alasannya kasus per kasus. Telusuri masalah dan penyebabnya mengapa suami atau istri tidak bisa melakukan apa yang kita inginkan atau tiba-tiba melupakan janjinya," tandasnya.
(tty)
This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.