Mengajari anak membaca (Foto: Google) ORANGTUA tentu menginginkan agar buah hatinya bisa berhasil pada setiap aspek-aspek perkembangannya, baik aspek intelektual, emosi, dorongan atau motivasi, maupun sosialisasi. Lantas, bagaimana kiat yang tepat guna memaksimalkan perkembangan anak?
Menurut Prita Pratiwi S.Psi, M.Psi, strategi optimalisasi perkembangan anak merupakan langkah-langkah yang dilakukan agar semua aspek-aspek perkembangan anak bisa sesuai dengan tahapan perkembangannya. Misalnya, saat sudah sekolah, anak bisa mengikuti pelajaran dengan mudah; di kelas, anak mau menulis dan bisa menyelesaikan tugasnya tepat pada waktunya; anak memiliki banyak teman dan tidak memiliki kesulitan untuk bersosialisasi; di rumah anak mau mengerjakan PR tanpa disuruh; rajin belajar walaupun tidak ada ulangan; anak mau bercerita pada orangtua saat mengalami masalah; bertanggung jawab atas semua tugas-tugasnya, dan sebagainya.
Terlalu Banyak Membantu
Hal yang seringkali dilupakan orangtua adalah memberi kesempatan pada anak untuk melatih diri agar bisa terampil dalam melakukan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawab pribadinya. Saat masih usia TK atau SD, orangtua masih banyak memberi bantuan, terutama dalam hal belajar.
Alasannya adalah kasihan karena anak masih kecil.
Saat anak merasa bingung dengan bahan bacaan yang sedang dipelajari, biasanya moms langsung memberi bantuan dengan cara membacakan dan memberi tahu maksud dari materi tersebut atau Moms membantu anak dengan memberi garis-garis atau mewarnai bagian yang dianggap penting kemudian meminta anak membaca bagian yang sudah digaris dan diwarnai tersebut.
Tanpa disadari, hal-hal yang dilakukan ini membuat anak menjadi tidak terbiasa melakukan identifikasi pada suatu konsep materi secara mandiri.
Anak tidak belajar langkah-langkah yang perlu dilakukan supaya bisa menyelesaikan masalah dalam belajar karena ia lebih banyak diberi tahu. Hal ini dapat membuat anak menjadi "malas berpikir" karena terbiasa mudah memeroleh jawaban sehingga tidak tertantang dan membuat pola pikir menjadi pasif. Sementara, tuntutan pendidikan makin lama akan makin tinggi dengan tingkat kesulitan yang makin kompleks.
Kebingungan mungkin dirasakan anak sehingga akan menampilkan sikap cuek saat mendapat nilai berapapun. Anak juga akan bergantung pada orangtua saat belajar. Hanya mau mengerjakan PR saat ditemani oleh orangtuanya.
Butuh Proses Panjang
Tak sebatas urusan akademis, karena bisa berpengaruh saat anak mengerjakan tugas-tugas pribadinya, seperti membereskan buku sekolah, kamar, pakaian, dan lainnya. Orangtua seringkali berharap saat sudah duduk di bangku SMP, anak sudah paham dan lebih mandiri.
Sementara sejak belum sekolah sampai SD, anak banyak dibantu yang membuat keterampilan dalam menyelesaikan tugas-tugas tersebut menjadi tidak terasah karena tidak terlatih.
Seringkali yang dilakukan orangtua karena kesal melihat kamar anaknya yang berantakan maka langsung dibereskan, sehingga saat anak pulang sekolah, anak mendapati kamarnya sudah rapi.
Anak pun belajar bahwa "Walaupun saya tidak membereskan kamar, tapi orangtua saya akan tetap membantu membereskan. Dibanding saya lelah karena harus membereskan, saya diamkan saja. Toh nanti tetap dibereskan juga!"
Anak lebih "tahan" mendengarkan orangtuanya mengomel karena ia tinggal diam, tidak mendengarkan, tetapi kamar tetap dibereskan oleh orang lain. moms perlu menggarisbawahi kalau proses ini tidak berjalan sebentar.
Porsi Nasihat yang Pas
Di sisi lain, terkadang orangtua lupa bahwa anak juga memiliki keinginan sendiri. Orangtua - karena merasa tahu yang terbaik buat anaknya- sering memberi nasihat mengenai apa yang seharusnya dilakukan anak dan kapan anak harus melakukannya. Contohnya moms ingin si anak langsung makan sesudah pulang sekolah kemudian belajar baru istirahat. Namun ada anak yang lebih senang untuk istirahat dulu setelah pulang sekolah, baru kemudian berganti baju lalu belajar.
Perbedaan ini seringkali sulit untuk diterima karena besar kemungkinan orangtua merasa bahwa anaknya tidak mau nurut dengan nasihatnya. Padahal di sisi anak juga muncul perasaan "Kenapa orangtuaku tidak paham dengan maunya aku?"
Tak lupa yang perlu diperhatikan lagi adalah cara memberi nasihat.
Terkadang kita sebagai orangtua, berbicara terlalu panjang dan diulang-ulang karena menganggap anak tidak mendengarkan. Mengungkit kesalahan yang pernah dilakukan anak-pun seringkali dilakukan. Padahal hal ini dapat membuat anak kesal dan malah menjadi malas mendengarkan.
Oleh sebab itu, nasihat sebaiknya diberikan dengan cara yang pas disertai tindakan nyata karena anak akan lebih mudah belajar dari contoh yang dilakukan orangtuanya.
Jadi kesimpulan yang bisa ditarik ialah pentingnya anak diberi kesempatan untuk melakukan tugas-tugas pribadinya secara mandiri. Dengan demikian, anak memiliki banyak pengalaman dan menjadi tahu langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk menyelesaikan tugas dan mengatasi masalah yang dialami. Terkadang ide atau kreativitas muncul saat berada dalam situasi mendesak atau tidak nyaman.
(tty)
Download dan nikmati kemudahan mendapatkan berita melalui Okezone Apps di Android Anda. This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.