Seorang pria berolahraga pagi di seberang cerobong pabrik yang mengepulkan polusi ke udara di Sungai Songhua, Jilin, Cina (24/2/2013). Pemerintah Cina menyatakan perang terhadap polusi pada sidang parlemen 5 Maret 2014 silam. REUTERS/Stringer
TEMPO.CO, New York - Bahaya polusi udara ternyata tidak hanya merusak sistem pernapasan. Sebuah studi terbaru menemukan bahwa paparan polisi di lingkungan sekitar dapat menyebabkan perubahan otak yang akan membuat anak lebih rentan mengalami autisme atau schizophrenia. (Baca: Kemenkes: Polusi Udara Kian Mengkhawatirkan)
Dalam penelitian yang diterbitkan dalam jurnal JAMA Psychiatry, para peneliti dari University of Rochester, New York, Amerika Serikat, mencoba untuk menemukan kaitan epidemiologi antara polusi dan autisme. Hasilnya, para peneliti menemukan bahwa anak yang tinggal di daerah dengan tingkat polusi tinggi lebih mungkin didiagnosis mengalami gangguan perkembangan saraf.
Profesor kedokteran Deborah Cory-Slechta dan rekannya mencoba untuk membuktikan temuan itu. Mereka menggunakan tikus muda yang terpapar polusi selama empat jam dalam empat hari untuk mengamati perkembangan otak, kemudian dibandingkan dengan tikus yang tinggal di udara yang bersih. Ternyata tikus yang terpapar polusi mengalami perubahan perilaku yang jelas dibandingkan dengan tikus di udara besih. (Baca: Polusi Udara Picu Penggumpalan Darah dan Stroke)
Dalam otak tikus yang terpapar polusi, peneliti menemukan adanya peradangan dan pembesaran ventrikel di otak. Peradangan ini yang kemudian dapat menyebabkan perubahan perilaku kognitif, sosial, dan emosional pada tikus. (Baca: Dampak Kesehatan dari Polusi Udara Belakangan Ini)
"Polusi udara bisa menyebabkan peradangan otak serta membuat sel-sel jadi rusak dan mati. Ini bisa menyebabkan perubahan perilaku, autisme, atau kelainan otak lainnya, " kata Cory, seperti dilaporkan Fox News, Jumat, 6 Juni 2014.
Peneliti berharap temuan ini dapat membantu penelitian selanjutnya dalam menelaah hubungan antara autisme dan paparan polusi yang lebih lengkap. Temuan ini juga berupaya agar bahaya polusi tidak hanya dikaitkan dengan kerusahan sistem pernapasan, tetapi juga kerusakan otak atau mungkin organ lainnya.
RINDU P HESTYA | FOX NEWS
Berita Lain:
5 Alasan Tak Lewatkan Konsumsi Vitamin A
3 Desainer Muda Tampil di Indonesia Creative Week
Farah Angsana Ingin Buat Label Busana Muslim