Jakarta, Angka kematian di Indonesia, 5,7 persen disebabkan oleh diabetes melitus yang menempati penyebab kematian tertinggi nomor enam di Indonesia. Maka dari itu, meski tidak bisa disembuhkan, setidaknya angka prevalensi diabetes melitus di Indonesia harus ditekan.
Hal itu disampaikan Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Dirjen Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, Dr Ekowati Rahajeng SKM, M.Kes. Apalagi, menurut Eko, di daerah perkotaan prevalensi diabetes meningkat dari 5,7 persen menjadi 6,9 persen. Peningkatan tersebut bisa saja terjadi karena 90 persen kasus diabetes disebabkan karena gaya hidup terutama dalam masalah pola makan.
"Nah, melalui Permenkes No.30 tahun 2013 kita menekan penyakit tidak menular di mana semua fastfood atau makanan industri tertentu wajib mencantumkan kandungan nutrisi terdiri dari natrium, gula, lemak, dan kalorinya. Supaya masyarakat tahu dia sudah makan gula, garam, dan kalori berapa banyak," papar Eko.
Hal itu disampaikan Eko di sela-sela acara 'Global Diabetes Forum' di Sheraton Hotel, Kuta, Bali, dan ditulis pada Minggu (19/1/2014). Lebih lanjut, Eko menuturkan bahwa edukasi juga penting diberikan pada masyarakat.
Caranya, dengan memberi peringatan bahwa konsumsi gula lebih dari 50 mg, lemak lebih dari 60 mg dan serta 2000 kalori bisa meningkatkan risiko penyakit tidak menular. Dengan begitu, berarti pemerintah tidak mengubah resep tapi setidaknya membuat masyarakat mendapat informasi yang transparan tentang gizi apa yang diasup.
"Kemenkes menekan ya bukan menurunkan karena diabetes tidak bisa disembuhkan. Maka kita tekan melalui program deteksi dini pre-diabetes, gaya hidup sehat, dan program-program yang sudah ada di semua provinsi. Diabetes nggak mematikan seketika tapi kronisitas dan komplikasinya yang patut diperhatikan," jelas Eko.
Nah, berbicara tentang diabetes, bagaimana tanggapan Eko mengenai Kolagit (Kopi Gula Gita) bikinan, Gita Adinda Nasution, mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang dikatakan bisa menyembuhkan diabetes?
"Dalam program pengendalian diabetes kite bentuk perkumpulan seperti Posbindu (pos pembinaan terpadu). Atau perkumpulan lain misal PERSADIA sebagai tempat bagi para penyandang diabetesi untuk saling berbagi. Inilah cara kami untuk menghindari malpraktik untuk membuat edukasi," papar Eko.
Oleh karena itu, Eko menyarankan cukup patuhi saran dokter pribadi atau puskesmas. "Dokter puskesmas kan juga terus dilatih jika ada yang bahaya pasti nanti diinfokan. Meskipun yang lebih pas membahas ini adalah BPOM ya," imbuhnya.
(rdn/vit)