TEMPO.CO, Jakarta - Samuel David Alexander Brodie atau Sam Brodi, tak segan menceritakan pengalaman hidupnya saat menjadi waria. Sebelum kembali ke Indonesia, Sam lama tinggal di luar negeri dan membuatnya lebih lancar berbahasa Inggris daripada berbahasa Indonesia.
Pulang ke Indonesia tanpa tujuan hidup yang jelas, Sam mencoba bekerja di salah satu perusahaan yang dipimpin oleh seorang perempuan asing. "Saat ibu bos saya senang sekali dengan saya, ia kagum dengan kemampuan bahasa Inggris saya yang fasih. Saya pun bekerja di sana," kata Sam, saat ditemui di Gramedia Matraman, Jakarta, Selasa, 26 November 2013.
Sam mampu melewati tiga bulan masa percobaan kerja di perusahaan tersebut. Ketika itu, ia dikenal baik sebagai perempuan bernama Samantha. Namun, di satu titik Sam mau tidak mau harus menerima kenyataan untuk membuka jati dirinya.
"Setelah tiga bulan bekerja, saya diangkat menjadi karyawan tetap. Saat itu prosesnya membutuhkan kartu identitas seperti fotokopi KTP. Setelah terus menerus didesak HRD saya tidak tahu lagi harus bagaimana," kata pria berkumis ini. Sebelum Sam menyerahkan fotokopi KTP, ia sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi kemudian.
"Saya berikan KTP saya ke HRD, di dalam sebuah amplop yang saya tutup rapat-rapat, keesokan hari ketika sampai di kantor semua mata menuju pada saya," kata Sam, sambil mengingat-ingat kejadian tersebut.
Saat itu Sam sudah ikhlas jika harus keluar dari perusahaan. Tapi ia masih dalam masa kontrak dan ia masih memiliki keyakinan, perusahaan akan memberi kebijakan yang terbaik untuknya.
"Bos panggil saya. Hanya berdua di sebuah ruangan. Dia bilang, 'apa ada yang kamu ingin sampaikan pada saya?'," ujar Sam. Sam berpura-pura lugu sampai atasannya menyatakan kebingungan atas identitas dirinya.
"Bos akhirnya bilang, 'selama ini kami tahu kamu adalah Samantha, kenapa di KTP ini kamu bernama Samuel? Bisa tolong jelaskan'," kata Sam yang sudah mempersiapkan diri menceritakan semua masa masa sulit hidup yang dilaluinya sebelum ia kembali ke Indonesia.
Tanpa diduga, atasannya justru merasa iba dan mengerti keadaan yang dialami oleh Sam. Selain itu hasil kerja Sam selama tiga bulan juga memuaskan, sehingga tak ada alasan untuk memecatnya. "Saya tidak dipecat, tapi saya sempat kembali merasakan dilihat aneh oleh teman sekantor," ujarnya.
Pelan tapi pasti, Sam berusaha menjalani pekerjaannya. Hingga rekan kerja bisa menerimanya. "Dua atau tiga bulan setelahnya, mereka mulai menerima jati diri saya yang sebenarnya," kata pria keturunan Ambon-Skotlandia ini.
Dari situ, Sam berbagi pengalaman bahwa saat masih menjadi waria dirinya bisa melakukan suatu yang positif. Ia bisa berkarier dengan nama baik dan bertahan di pekerjaan itu hingga waktu yang cukup lama. "Memang enggak bisa dipungkiri, bahwa waria seringkali dikaitkan dengan pekerjaan kotor seperti menjual diri. Tapi sebenarnya banyak yang bisa bekerja layak seperti yang saya lakukan," kata pria yang kini telah kembali ke kodrat hidupnya. Simak Edisi Khusus diskriminasi waria di sini.
NANDA HADIYANTI
Baca juga:
Begini Perjuangan Waria Indonesia
Shuniyya Ruhama, Waria Pengusaha Batik
Waria Bisa Bertahan Tanpa Jajakan Diri di Jalanan
'Lingkungan Bisa Bentuk Seseorang Jadi Waria'
This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.