Seorang perajin sulam menyelesaikan sulaman selendang sambung terpanjang, di auditorium Gubernuran Sumatera Barat, Padang, Sumbar, Senin (24/9). ANTARA/Arif Pribadi
TEMPO.CO, Jakarta -Tren desain fashion akan bosan pada barang pabrik. Barang yang dijuluki slow design, slow color dan slow craft dikreasikan dengan tangan akan menjadi barang incaran. Indonesia memiliki keunggulan ini.
Hal ini diungkapkan Irvan A. Noe'man, dalam temu media Swarnafest 2013 di Kementrian Perindustrian, Jakarta pada 14 November 2013.
Pendiri BD + A Design, perusahaan konsultansi lintas bidang seperti desain grafis, produk dan industrial, ruang dan ritel, branding dan corporate identity ini mengatakan, Indonesia memiliki kelebihan dan keunggulan dalam seni anyaman, ukir dan kerajinan tangan yang disebut slow design, slow color dan slow craft.
"Ini jadi tren dunia. Tapi Indonesia harus cepat dan segera melakukan pembenahan dari sisi slow design ini. Jangan sampai gerakan ini dicuri oleh Filipina, Vietnam atau Thailand yang juga memiliki kelebihan dalam slow design," katanya. (Baca :SwarnaFest 2013, Eksplorasi Serat Dan Warna Alam)
Menurut Irvan, slow design menjadi barang lux dan mewah bagi pecinta fashion. "Masyarakat menengah ke atas ini bosan dengan barang manufaktur atau pabrik. Mereka menyukai yang dibuat tangan," katanya.
Cina tidak perlu ditakutkan karena kuat di bidang manufaktur. Indonesia harus segera memanfaatkan waktu untuk mengembangkan desain-desain yang dibuat dengan kekuatan tangan.
Irvan memprakarsai Indonesia Design Power, program yang memobilisasi kekuatan desain untuk berkontribusi bagi perekonomian bangsa. Ia mendirikan Indonesia Creative Center dan perkumpulan Design Alliance Asia. Selain memiliki perusahaan konsultan desain, lulusan Institut Teknologi Bandung ini juga desainer furnitur. Kursi 'Kodikas' karyanya memenangkan Good Design Award di tahun 2012.
EVIETA FADJAR
Berita Terpopuler
Mitos tentang Berat Badan
Aksi Para Drummer Betot Perhatian Ribuan Penonton
Klinik Anti-Aging Deby Vinski Raih Penghargaan
Mata Cantik Meski Tertutup Lensa
32 Juta Orang Indonesia Berisiko Kena Diabetes