TEMPO.CO, Jakarta - Tim Tempo melakukan pendakian menuju puncak Rinjani dari Torean pada pertengahan Oktober lalu. Merupakan wilayah Desa Loloan, Kecamatan Bayan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, dusun yang dihuni 180 keluarga itu bertengger di ketinggian sekitar 600 meter dari atas permukaan laut.
Penduduk Torean adalah suku Sasak, masyarakat asli Pulau Lombok, yang sebagian besar membuka ladang jagung, berkebun kakao, serta mengembalakan ternak, terutama sapi.
Jalur pendakian Torean belum sepopuler Senaru dan Sembalun, dua rute yang selama ini biasa ditempuh pendaki menuju puncak Rinjani. Masyarakat lokal menggunakan jalur ini sebagai pintu masuk Taman Nasional Gunung Rinjani. Biasanya mereka menempuh jalur Torean untuk pengobatan dengan berendam di sumber air panas alami yang terdapat di sejumlah titik sepanjang rute ini. Mereka yang hendak memancing di Danau Segara Anak juga melewati Torean.
Jalur Torean menawarkan panorama alam yang beragam. Sepanjang jalur, yang diapit dinding punggungan Gunung Rinjani dan Sangkareang, terlihat hutan lebat, tebing, lembah, sungai, air terjun, dan sumber air panas alami, termasuk yang mengalir di dalam gua.
Ketika di sana, Tim Tempo ditemani tiga portir untuk menelusuri jalur pendakian Torean. Termasuk di antaranya Amak Herni, portir senior sekaligus pemandu asal Torean. Ia juga tetua adat di Dusun Torean, karena mengetahui seluk-beluk jalur pendakian.
Ada beberapa faktor yang membuat para pendaki, terutama dari luar Lombok, enggan melalui Torean. Salah satunya, akses menuju Torean baru separuhnya yang diaspal. Itu pun sudah mulai rusak dan berlubang di sana-sini. Selebihnya jalan tanah berbatu dan menanjak cukup terjal. Tak ada angkutan umum. Hanya ojek dan truk yang melintas di sana.
Torean juga belum memiliki fasilitas penginapan sesederhana apa pun. Pendaki biasanya bermalam di rumah Amak Gerni, yang menyediakan tempat untuk istirahat di beruga, sejenis gazebo bertiang enam yang terbuat dari kayu dan bambu serta beratap rumbia. Di rumah itu terdapat tiga beruga. Biayanya Rp 250-300 ribu per malam untuk satu rombongan (lima orang), termasuk makan malam dan sarapan.
TIM TEMPO | SUTJI