KOMPAS.com - Ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) akan menyelamatkan generasi muda dari ancaman bahaya merokok seperti penyakit kronis. Hal ini dibuktikan Amerika Serikat yang berhasil menurunkan jumlah penderita penyakit kronis, misalnya kanker.
"Angka pastinya memang belum diketahui. Namun mereka mengklaim bisa menurunkan jumlah penderita penyakit kronis dengan angka yang cukup signifikan," kata aktivis anti rokok, dr Prijo Sidipratomo SpRad ketika dihubungi Kompas Health, Senin (30/9).
Jumlah perokok Amerika Serikat pada 30-40 tahun hampir sama dengan Indonesia sekarang. Saat ini, perokok Indonesia menghabiskan 302 miliar batang rokok per tahunnya. Padahal 40 tahun lalu, perokok Indonesia "hanya" menghabiskan 30 miliar batang rokok per tahun.
Keberhasilan pemerintah Amerika, kata Prijo, dipengaruhi penurunan jumlah perokok dari kalangan muda. Melalui penerapan FCTC, perokok hanya terbatas pada usia dewasa. Kondisi ini juga didukung pemerintahan presiden Nixon hingga Obama yang selalu memperbaharui aturan terkait rokok dan tembakau.
Dampaknya, efek negatif rokok yang menstimulasi penyakit kronis bisa ditekan. Sehingga generasi muda tidak terlalu dini menderita berbagai penyakit kronis akibat merokok seperti kanker paru-paru dan jantung.
Terhindarnya generasi dari penyakit kronis justru meningkatkan produktivitas mereka. Mereka bisa memaksimalkan kinerja dan memanfaatkan penghasilan untuk hal yang lebih berguna selain merokok. Generasi muda yang tidak merokok juga berpeluang menciptakan lingkungan sehat bebas asap rokok.
"Umumnya para perokok merokok di rumah. Padahal di rumah ada perokok pasif yang mungkin lebih banyak dibanding perokok aktif, misalnya istri, ibu, anak, atau ibu hamil," kata Prijo.
Lingkungan yang sehat memungkinkan perokok pasif terhindar dari paparan radikal bebas. Kondisi ini juga mendukung tumbuh kembang optimal anak.
Pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengungkapkan hal serupa. Menurutnya, FCTC menekan jumlah permintaan rokok pada generasi muda. Hal ini terjadi melalui peningkatan biaya cukai, pembatasan iklan, atau perubahan kemasan yang menunjukkan efek mengerikan rokok.
Peningkatan biaya cukai berdampak pada tingginya harga rokok per batang. Hal ini mau tak mau membuat generasi muda, berpikir ulang bila hendak merokok. Upaya promotif juga turut mendukung pembatasan iklan dan perubahan kemasan rokok.
"FCTC tidak merugikan pihak manapun. Aturan ini semata mengatur pengendalian tembakau, di generasi muda," kata Tulus.
Advokasi
Sayangnya walaupun menguntungkan, Indonesia belum mengaksesi FCTC. Padahal Indonesia termasuk pioneer penggagas FCTC, bersama 42 negara lainnya.
"Saya yakin FCTC ini hanya satu cara. Saat ini kita genjot saja terus advokasi pada masyarakat. Advokasi terus menerus akan merubah cara pandang masyarakat, hingga akhirnya menghindari rokok," kata aktivis antirokok, dr Kartono Muhammad.
This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers. Five Filters recommends: