Yogyakarta, Kemampuan membaca merupakan salah satu faktor penentu kesuksesan anak di sekolah. Meskipun demikian, masih banyak anak yang mengalami kesulitan membaca ketika duduk di bangku sekolah dasar. Tak jarang, ditemui anak kelas dua atau bahkan kelas empat SD, yang mengalami kesulitan membaca.
Hal tersebut diungkapkan oleh Prof Dr Amitya Kumara, MS, Psi, Guru Besar Fakultas Psikologi di Universitas Gajah Mada (UGM). Wanita kelahiran tahun 1960 itu menuturkan bahwa berdasar pengamatannya selama penelitian, ia selalu menemui kasus anak yang mengalami kesulitan baca. Kasus itu pasti ia temui baik pada sekolah pinggiran maupun sekolah favorit.
"Di setiap sekolah ada anak yang kesulitan membaca. Saya belum menemukan prevalensinya. Tetapi saya lihat di semua sekolah ada," terangnya dalam seminar bertajuk 'Kesulitan Berbahasa pada Siswa dan Kiat Memotivasinya'.
Menurut studi Prof Ami bentuk kesulitan membaca ditandai dengan empat hal, yakni membaca dengan lambat sembari menunjuk bacaan, menghilangkan kata dari teks, menambahkan kata pada teks, serta tidak memahami isi teks. Hal tersebut biasanya terjadi lantaran anak jarang mendapat stimulasi atau latihan.
Sayangnya dampak dari ketidaklancaran membaca bagaikan efek domino yang akan berimbas pada hal-hal lain. Pertama, akan timbul sikap dan motivasi negatif terhadap kegiatan membaca, misalnya enggan mengerjakan tugas yang berkaitan dengan kegiatan membaca. Hal tersebut kemudian menyebabkan anak kurang menguasai pelajaran-pelajaran di sekolah. Dampak tersebut akan semakin memburuk seiring peningkatan level kelas anak.
"Proses ini disebut Matthew Effect, yaitu ketidakmampuan membaca akan berdampak pada kegagalan anak dalam menguasai area akademik lainnya. Kegagalan ini akan semakin parah seiring naiknya jenjang kelas anak yang bersangkutan," terangnya seperti ditulis pada Selasa (6/5/2014).
Sayangnya, lanjut Ami, banyak pengajar yang tetap menaikkan kelas anak meski anak belum cakap membaca. Kebanyakan pengajar tersebut ingin mengalihkan kewajiban membimbing membaca pada guru lain. Ami juga meyayangkan banyaknya pihak yang menawarkan layanan bimbingan membaca secara instan. Padahal, tuturnya, ada banyak tahapan yang harus dilalui agar anak benar-benar cakap membaca.
(vit/vit)