Jakarta, Sebenarnya apa sih tujuan orang membuat akun di jejaring sosial? Apa lagi kalau bukan demi eksistensi, meskipun ada sebagian orang yang ngeles dan mengaku hanya ingin memudahkan komunikasi dengan keluarga atau teman yang nun jauh di sana.
Namun yang tidak banyak disadari, para pemilik akun di jejaring sosial ini rentan mengalami pelecehan sosial, entah di-bully atau bahkan diancam lewat media online. Sebuah survei terbaru pun memastikan hal ini. Survei ini digelar oleh Red Campaign, Lincoln Park Strategies dan craigconnects.org.
Seperti dikutip dari Reuters, Kamis (12/6/2014), dari survei yang melibatkan 1.007 responden berusia di atas 18 tahun itu terungkap bahwa hampir separuh orang Amerika berusia di bawah 35 tahun pernah menjadi korban bullying, pelecehan bahkan mendapat ancaman di dunia online (47 persen). Dan sebagian besar korbannya adalah wanita (57 persen).
Jenis pelecehan yang paling banyak ditemukan antara lain pelecehan seksual (44 persen); diikuti oleh pelecehan terkait kemampuan profesional (28 persen); pelecehan rasis (23 persen) dan pernyataan yang berbau homofobia (14 persen).
Selain itu dari 1.007 responden, pelecehan paling sering terjadi pada pengguna Facebook (62 persen) dan Twitter (24 persen). Lebih dari dua-pertiga (67 persen) korban pelecehan juga mengaku kenal dengan orang yang melecehkannya di dunia nyata. Namun bagi korban pelecehan online yang berusia di bawah 35 tahun, angka itu melonjak jadi 72 persen. Dengan kata lain korban pelecehan atau ancaman di dunia online kebanyakan adalah generasi muda.
Yang cukup disesalkan, 29 persen korban pelecehan dan ancaman lewat media online ini sampai mengaku takut hidup, bahkan 20 persen responden jadi enggan atau tak berani keluar rumah.
Masalahnya cukup pelik mengingat siapapun bisa melemparkan komentar kepada orang lain seenak jidatnya di internet dan dapat sewaktu-waktu menghapusnya. Padahal bagi si korban, dampak pelecehan atau ancaman ini bisa jadi menimbulkan ketakutan tersendiri.
Lagipula meski di Amerika sudah banyak undang-undang yang dibuat untuk melindungi para pengguna internet dari kejahatan psikologis semacam ini, nyatanya 62 persen responden mengatakan ketentuan-ketentuan hukum tersebut tak cukup kuat untuk menghapus pelecehan secara online atau setidaknya membuat orang takut untuk melecehkan orang lain di dunia maya.
Bahkan sebagian orang kerap menyepelekan undang-undang ini.
(
lil/up)