Liputan6.com, Jakarta Kasus pemukulan terhadap Dokter Achmad Arief Fatoni yang bertugas di Skuadron Pendidikan (Pangkalan Udara) 102 TNI Angkatan Udara (AU) terus bergulir. Mulai dari aksi solidaritas yang dilakukan Alumni Fakultas Kedokteran dan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Jendral Achmad Yani (UNJANI), Bandung hingga kecaman dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Divisi Advokasi dan Legislasi IDI, dr Warsito pun mengungkapkan kronologi kejadian pemukulan yang berlangsung sekitar 3 jam tersebut oleh para siswa instruktur penerbang kepada dr. Arief sebagai berikut.
Selasa 4 Maret 2014
Dokter di Sukadron Pendidikan 102 KODIK TNI AU Pangkalan Udara Yogyakarta, Dokter Achmad Arief Fatoni membawa romobongan siswa calon instruktur penerbang ke Lembaga Kesehatan Penerbangan dan Ruang Angkasa (LAKESPRA) untuk pemeriksaan kesehatan.
Dalam pemeriksaan, didapatkan kemungkinan kelainan jantung pad Lettu Dika. Dokter Arief pun menjelaskan hasil pemeriksaan tersebut dan menyarankan untuk konsultasi lebih lanjut ke dokter spesialis jantung di Rumah Sakit Pusat Angkatan Udara (RSPAU) Hardjolukito.
Rabu 5 Maret 2014
Dokter Arief merujuk Lettu Dika ke Dokter Spesialis Jantung di RSPAU Hardjolukito. Di RS ini, Lettu Dika melakukan pemeriksaan treadmill. Dari hasil tersebut, Lettu Dika didapatkan memiliki kelainan jantung.
Saat itu, Lettu Dika tidak percaya dengan pemeriksaan tersebut. Ia lantas meminta pemeriksaan ulang dan oleh pihak RS, diminta datang esok hari.
Kamis 6 Maret 2014
Lettu Dika kembali diperiksa, mulai dari treadmill dan perekaman jantung (EKG) dengan menggunakan alat yang berbeda. Namun hasilnya tetap sama, dokter menemukan ada kelainan jantung pada Lettu DIka.
Lettu Dika kembali meminta dokter spesialis jantung untuk memeriksakan kondisinya menggunakan peralatan yang lebih canggih. Tetapi karena keterbatasan alat di RSPAU, dokter spesialis jantung menyarankan Lettu Dika untuk melakukan pemeriksaan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta dengan pertimbangan alat pemeriksaan lebih lengkap dan modern.
Dokter Arief pun melaporkan hal tersebut pada atasan di Skuadron Pendidikan 102 TNI AU Adisucipto. Setelah atasan menyetujui, dokter Arief dibekali sejumlah uang untuk persiapan barangkali ada tambahan biaya. Rencana keberangkatan ke Jakarta Selasa, 11 Maret 2014.
10 Maret 2014
Lettu Dika berinisiatif berangkat ke Jakarta atas inisiatif sendiri tanpa disertai dokter Arief melakukan pemeriksaan CT Angiografi. Tapi pemeriksaan tersebut tidak dapat dilakukan karena perlu penjadwalan.
11 Maret 2014
Sesuai surat perintah, dokter Arief berangkat ke RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Pada pemeriksaan lanjutan, Lettu Dika dijadwalkan melakukan cathetherisasi jantng pada Senin 17 Maret 2014 dan harus menjalani rawat inap pada Jumat 14 Maret 2014.
Hal ini tidak bisa diterima oleh Lettu Dika karena hari Senin 17 Maret 2014, yang bersangkutan harus melaksanakan kegiatan terbang. Bila pada tanggal tersebut tidak terbang, Ia akan dikeluarkan dari pendidikan. (ada aturan di TNI AU, bila siswa tidak terbang 10 persen dari waktu pendidikan akan dikeluarkan).
Saat itu Lettu Dika minta pemeriksaan jantung dipercepat. Sementara jadwal pemeriksaan jantung sangat padat. Pada 17 Maret 2014 pun bisa karena ada pasien lain yang terpaksa ditunda.
13 Maret 2014
Sekitar pukul 10.00 dokter Arief dipanggil oleh para siswa sekolah instruktur penerbang bahwa ada siswa yang sakit di kantin.
Nahas, ketika dr. Arief tiba, Ia malah dipukuli dengan tangan dan botol minuman hingga pusing, mual dan muntah.
Oleh Polisi Militer Angkatan Udara (POM AU), dokter Arief dibawa ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Udara Hardjolukito, Yogyakarta dan selanjutnya dirawat di ICU selama 7 hari.
Dokter Arief kemudian dipindahkan ke bangsal Merak lantai 3 sampai Senin 31 Maret 2014.
(Abd)
This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.