Sejumlah model memperagakan busana koleksi terbaru desainer Jenahara dalam pagelaran busana bertajuk The Fashion Moslem Capital di Balai Kartini, Jakarta, 25 Juni 2014. TEMPO/Nurdiansah
TEMPO.CO, Jakarta - Keinginan berbisnis kadang terhambat karena tak memiliki modal yang cukup. Sekarang ini, bisnis tak harus dibangun dengan modal besar, termasuk dalam berbisnis pakaian muslim. Jehan contohnya. Ia memproduksi label Jenahara pada 2011 berbekal Rp 10 juta saja.
Bermula dari hobi membuat baju sendiri, Jehan lantas mengunggah foto baju bikinannya ke media sosial. "Ternyata banyak yang suka," kata Jehan kepada Tempo.
Jehan, putri artis era 1980-an, Ida Royani, ini akhirnya serius menekuni bisnis tersebut. Jehan mendesain, membeli kain, lantas menjahitkannya. "Waktu itu masih outsourcing," ujar Jehan. Kini Jehan memiliki usaha konfeksi dengan 20 tenaga jahit lepas. Ia dibantu 10 karyawan dalam tim produksi dan pemasaran untuk memperoleh omzet sekitar Rp 300 juta per bulan. "Kalau Ramadan, bisa naik dua kali lipat."
Ria Miranda, pebisnis pakain muslim lainnya, memulai bisnis pada 2009 dengan modal awal Rp 12 juta untuk membuat contoh dan memproduksi. Tapi, ketika membangun usaha konfeksi, ia memerlukan Rp 500 juta untuk membeli peralatan dan ongkos tenaga kerja yang kini berjumlah 50 orang di Bintaro. (Baca juga: Dian Pelangi, Pedagang Songket ke Bisnis Hijab)