Bersalaman di hari lebaran jangan hanya simbolis (Foto:beforeitnews) BERSALAMAN merupakan ritual wajib ketika lebaran. Psikolog Naomi Kirana mengimbau agar sebaiknya bersalaman bukan sekadar simbolis, tetapi harus lahir dari hati yang tulus untuk saling memaafkan.
Ketika Lebaran, salaman dan sungkeman menjadi tradisi banyak keluarga di Indonesia. Namun, esensi bersalaman akan hilang jika tidak didasari dengan niat tulus untuk meluruhkan kesalahan dan saling bermaafan.
"Pada saat Lebaran, kita memang bersalaman, tetapi jangan sampai momen bersalaman hanya terkesan simbolik. Harus dengan niat tulus ingin bermaafan dari segala kesalahan yang sering kita perbuat," kata psikolog Naomi Kirana kepada Okezone lewat sambungan telefon, belum lama ini.
Naomi amat menyayangkan jika bersalaman menjadi sekadar aktivitas berjabat tangan tanpa adanya esensi mendalam untuk meminta maaf dan memaafkan. Dia berharap agar umat Muslim yang merayakan Idul Fitri, bersalaman dari dalam hati.
Ketika bersalaman lahir dari dalam hati, tambah Naomi, esensinya akan hadir usai Lebaran dan muncul efeknya pada keseharian. Orang yang memaafkan akan lebih tenang, damai, dan tidak ada lagi sifat yang mengotori hati.
"Jangan hanya berjabatan tangan. Kalau kita ikhlas, efeknya akan jangka panjang, enggak hanya di momen Lebaran. Jadi, harus ikhlas memaafkan dari dalam hati yang tulus," tutupnya.
(ren)