Jakarta, Hadirnya pertanyaan 'kapan kawin?' di setiap momen kumpul keluarga menyiratkan bahwa untuk urusan menikah, lebih cepat dianggap lebih baik. Namun menurut psikolog, terlalu cepat kawin juga tidak selalu lebih baik.
Menikah di usia terlalu muda bisa mempengaruhi pola asuh saat nantinya pasangan tersebut punya anak. Karena belum matang secara emosional, pasangan-pasangan muda cenderung dikhawatirkan akan lebih mengutamakan ego dalam mengasuh anak-anaknya.
"Tanggung jawab yang dimiliki oleh orang tua yang usianya masih muda biasanya kurang. Terkadang, mereka juga tidak bisa memosisikan dirinya sebagai orang tua karena lebih mengutamakan egonya," ujar Ratih Zulhaqqi, M.Psi, psikolog anak dan keluarga dari Pusat Layanan Tumbuh Kembang KANCIL.
Terlebih jika alasan menikah muda lebih didasari oleh tuntutan lingkungan, antara lain melalui pertanyaan-pertanyaan 'kapan kawin?' yang selalu muncul saat lebaran. Meski maksudnya basa-basi, tetapi tidak sedikit yang menganggap pertanyaan ini sangat serius.
"Pertanyaan seperti itu bisa membuat seseorang mengambil keputusan menikah tidak secara rasional tapi emosional," kata Anna Surti Ariani, psikolog anak dan keluarga dari Klinik Terpadu Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Namun jika memang benar-benar sudah siap, ada baiknya pernikahan tidak ditunda terlalu lama. Para psikolog mengingatkan, menikah di usia yang terlalu tua juga punya risiko karena akan menciptakan gap usia yang terlalu jauh dengan anak-anaknya kelak.
"Gap tersebut dapat membuat perbedaan penanganan dan pola pikir orang tua terhadap anak. Bisa saja fisik orangtua sudah tidak kuat lagi sehingga dalam pengasuhan menjadi tidak maksimal," tutur Ratih kepada detikHealth, seperti ditulis Selasa (29/7/2014).
Baca juga:
Disampaikan Lewat Kerabat, Justru Ortu yang Penasaran Kapan Anaknya Kawin | Dibanding Laki-laki, Perempuan Lebih Sering Ditanya 'Kapan Kawin?' | Ragam Cara Menghadapi Pertanyaan Jayus 'Kapan Kawin?' | Psikolog: Stop Bertanya 'Kapan Kawin' Saat Lebaran!
(up/up)