Jakarta, Tak banyak orang yang mengetahui tentang budaya foot-binding atau pengikatan kaki. Budaya ini dilakukan dengan mengikat kaki perempuan zaman dahulu di China, dengan tujuan menghentikan pertumbuhan kakinya.
Tradisi ini umumnya dilakukan mulai saat seorang anak perempuan menginjak usia 4-7 tahun. Pengikatan kaki dilakukan dengan cara membalut kaki dengan ketat menggunakan kain sepanjang 10 kaki dengan lebar lebih kurang 2 inchi.
Posisi jari kaki juga dilakukan dengan cara melipat 4 jari kaki ke bagian bawah kaki dan menarik ibu jari kaki mendekati tumit. Pembalutan juga dilakukan semakin ketat dari hari ke hari. Alasannya, semakin kecil kaki seorang gadis, maka ia akan terlihat semakin cantik.
Zhang Yun Ying adalah salah satunya. Nenek berusia 88 tahun ini kerap mengalami kesulitan saat berjalan karena ia harus menyeimbangkan tumit, layaknya anak kecil. Seperti kebanyakan wanita yang dibesarkan di China dan melewati fase foot-binding, kaki Zhang terikat sampai ia tidak bisa berjalan lurus dan seimbang lagi.
Zhang adalah satu dari sekian banyak wanita di China yang merasakan efeknya di usia tua. Jari-jari kaki Zhang menekuk, sehingga tampak menyatu dan saling menempel satu sama lainnya. Bentuk kaki Zhang pun semakin mengerucut ke depan. Tak heran jika kondisi ini membuat dirinya kesulitan untuk berjalan.
Foot-binding pada zamannya sering menyebabkan kecacatan seperti kelumpuhan. Tak sedikit pula anak-anak perempuan mengalami infeksi sampai meninggal, namun karena sudah tradisi maka hal ini dianggap normal. Selain itu, foot-binding juga menyebabkan anak-anak perempuan sulit berjalan dan melakukan pekerjaan rumah tangga.
Salah satu alasan mengapa foot-binding saat itu harus dilakukan adalah karena ini merupakan status simbol seorang wanita. Selama berabad-abad, jutaan wanita di China harus melakukan foot-binding dalam upaya memiliki pasangan dan menikah. Namun pemerintah China akhirnya berhasil menghapus praktik foot-binding di abad pertengahan 20.
(ajg/up)